3.100 Huntap Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran 2020

117 dilihat

Ditulis oleh

SEBANYAK 3100 hunian tetap (huntap) untuk koran bencana gempa-tsunami-likuefaksi di Sulawesi Tenggara ditargetkan rampung sebelum lebaran tahun depan.

Dari jumlah tersebut, sebagian akan dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wempi Wetimpo saat meninjau lokasi huntap di Tandulako, Palu.

“Selain dari Yayasan Buddha Tzu Chi, mereka membangun 1.500, yang sudah jadi 300. Kemudian dari kita di tahun ini sekitar 1.600 sedang dileleng. Tapi diharapkan cepat selesai sebelum lebaran,” kata Wempi, kemarin (24/11).

Wempi juga mengatakan bahwa di tahun depan, Kementerian PUPR akan membangin 7.000 unit huntap lainnya. Rencananya, total semua huntap yang akan dibangun rampung pada tahun 2022. “Karena bukan hanya perumahan, tetapi beberapa infrastruktur yang memang harus dibangun,” terangnya.

Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kementerian PUPR di Sulteng Arie Setiadi Moerwanto menyebut pembangunan huntap di Sulteng mencapai 11.500 unit. Setidaknya 30% dari angka tersebut akan dikerjakan oleh lembaga donor seperti Yayasan Buddha Tzu Chi dan Grup Mayapada.

Arie menjelaskan bahwa huntap yang dibangun berkuran 36 m persegi. Huntap tersebut berdiri di atas tanah seluar 150 m persegi. “Konstruksinya harus tahan gempa, dan harganya (pembiayaan) Rp50 juta. Jadi kita mengoptimalkan semua,” paparnya.

Selain membangun huntap, pemerintah bertanggungjawab atas penyediaan lahan, prasaran pemukiman seperti listrik, air dan buangan limbah, serta akses jalan.

Setidaknya dibutuhkan lahan sekitar 420 hektare untuk membangun seluruh huntap. Namun, hal itu bukan tanpan kendala. Arie menyebut pembebasan lahan menjadi tantangan yang harus dihadapi.

“Masih ada hal-hal yang harus kita benahi secara pelan-pelan. Karena beberapa masyarakat mengaku itu tanahnya, walaupun tidak ada bukti-bukti formal. Tapi kita ingin menyelesaikan secara baik-baik berkaitan hal tersebut,” kata Arie.

Saat ini, masih ada ribuan warga Sulteng yang tinggal di pengungsian atau hunian tetap sementara (huntara). Salah satu huntara berlokasi di Duyu yang dibangun oleh Kementrian PUPR dan Grup Kalla.

Yani, 39, salah satu penghuni di sana mengeluhkan beberapa hal seperti saluran air yang sering mampat. “Selokan itu saja, kita sudah usaha, bagale (menggali [Bahasa Kaili]-red) sendiri. Saya kan juga tidak tau, yang tau kan PUPR,” keluhnya.

Yani hanya berharap agar segera dipindahkan ke huntap. “Biar kita ini ditetapkan di mana saja yang penting sudah huntap,” kata Yani.

Seperti diketahui, gempa bumi disertai tsunami berkekuatan 7,4 SR mengguncang Sulteng pada 28 September 2018. Peristiwa itu juga mengakibatkan fenomena alam pencairan tanah atau likuefikasi serta mengakibatkan 4.845 jiwa meninggal dunia. Selain itu, 172.999 orang harus mengungsi. Kerugian material yang dicapai sebesar Rp24 triliun. (OL-11)

 

Sumber: Media Indonesia

Tinggalkan Komentar