Palu (ANTARA) – Kepala Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Provinsi Sulawesi Tengah, Doni Janarto Widiantono meminta Pemerintah Kota Palu dan Pemkab Sigi agar tidak meminta penambahan lahan relokasi untuk pembangunan hunian tetap (huntap) bagi pengungsi bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi.

Menurut dia, lahan seluas sekitar 300 hektare yang telah dibebaskan oleh Kanwil ATR/BPN Sulteng sebagai kawasan relokasi dan pembangunan huntap bagi pengungsi korban bencana di dua daerah tersebut sudah lebih dari cukup.

“Kami sudah menyerahkan lahan seluas sekitar 250 hektare. Di Kelurahan Tondo, Kota Palu 45 hektare untuk pembanguan huntap bantuan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan 65 hektar juga,” katanya di Palu, Rabu.

Selain itu, lahan relokasi dan pembanguan huntap di Kelurahan Duyu seluas sekitar 36,3 hektare.

“Sekitar 104 hektare di Desa Pombewe, Kabupaten Sigi. Saat ini kami sedang mengukur 50 hektare lagi di Kelurahan Talise yang bersambung dengan lahan huntap di Tondo, Kota Palu,” ujarnya.

Jika 1 hektare lahan saja bisa dibangunkan 50 unit huntap seluas 36 meter persegi,  kata Doni, pemerintah dapat membangun 15.000 unit huntap di atas lahan seluas 300 hektare tersebut.

Ia mengatakan bahwa Pemkot Palu dan Sigi dapat meminta penambahan lahan relokasi dan huntap jika 300 hektare lahan sebelumnya sudah termanfaatkan.

“Tolong itu dahulu dikambangkan. Jangan minta lagi kalau belum termanfaatkan yang 300 hektare itu,” ucapnya.

Lahan relokasi untuk pembangunan huntap dan fasilitas sosial serta fasilitas umum seluas 300 hektare di dua daerah itu sebelumnya dikelola oleh sejumlah perusahaan dengan alas hak, yakni hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB).

Kanwil ATR/BPN Sulteng membebaskan 300 hektare lahan itu, kemudian menyerahkan kepada Pemkot Palu dan Pemkab Sigi untuk lahan relokasi dan Pembangunan huntap bagi pengungsi korban bencana yang kehilangan tempat tinggalnya.