Benang Kusut Lahan Huntap

157 dilihat

Ditulis oleh

Langkah percepatan pembangunan huntap di Petobo kembali terjanggal. Pendataan calon penerima belum beres, sementara kepemilikan lahan tumpang tindih.

Tiga tahun berlalu, sejak masa darurat hingga masuk tahap rehab rekon, pemerintah masih saja berkutat pada masalah pendataan. Proses panjang yang buntutnya mencederai harapan warga terdampak bencana.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, Presly Tampubolon menjelaskan, sampai dengan Kamis, 9 November 2021, warga terdampak bencana (WTB) yang bakal menerima huntap di Petobo sebanyak 854 Kepala Keluarga (KK).

Namun, dari jumlah itu baru 577 KK yang valid. Itupun valid sementara. Sebab, meskipun nantinya telah lengkap, BPBD Palu masih akan memverifikasi di lapangan atau shareloc untuk memastikan WTB yang benar-benar berhak menerima huntap.

Sedangkan 277 KK lainnya masih anomali atau berkas belum lengkap. Disebut anomali karena data ganda dengan huntap lain (113 KK), ganda dengan stimulan (21 KK).

Selain itu, anomali karena sebanyak 124 KK tidak lengkap digit NIK/Nomor KK. Selanjutnya, sebanyak 18 KK data ganda Huntap Petobo dan 1 KK kategori data kosong.

“Nah data anomali sebanyak 277 KK itu langsung kita kembalikan ke (pihak) Kelurahan Petobo agar di-verivali (verifikasi validasi) kembali. Dari 277 KK itu sudah kami perbarui sehingga kami kantongi data sudah lengkap kurang lebih 170 KK,” tutur Presly ditemui Metrosulawesi di kantornya di Jalan Baruga, Kelurahan Tanamodindi Kota Palu pada Selasa, 9 November 2021.

Lambatnya pendataan juga diakui Lurah Petobo, Alfin Ladjuni. Dia menyebutnya seperti mengurai benang kusut. Ditemui di kantornya Rabu, 10 November 2021, Alfin menjelaskan, awalnya mayoritas WTB Petobo enggan direlokasi jauh dari pemukimannya.

“Di masa Wali Kota sebelumnya yaitu Bapak Hidayat menawarkan WTB ambil Huntap Tondo dan lainnya, kemudian Wali Kota sekarang Bapak Hadi (Hadianto Rasyid) menawarkan WTB pindah ke Pombeve (Kabupaten Sigi), tetapi hampir semua menolak direlokasi. Meskipun ada beberapa WTB yang siap dan sudah pindah ke huntap di luar Petobo,” kata Alfin.

Soal data huntap, Alfin telah bersepakat dengan WTB Petobo khususnya perwakilan masyarakat bernama Forum Korban Likuefaksi Petobo (FKLB) bahwa angka 885 KK merupakan data maksimal atau puncak WTB Petobo penerima huntap.

“Untuk data sementara sudah sesuai dengan data dari BPBD Palu ya. Kami juga selama ini menyebut mengiris data (menempatkan dan menyesuaikan data huntap) yang sudah dilakukan sampai 80 persen,” imbuhnya.

Masalah lainnya dalam pendataan adalah banyaknya WTB yang sebelumnya ditetapkan sebagai penerima huntap mandiri minta beralih ke huntap kawasan. Masalahnya, sejak Oktober 2020 huntap mandiri mulai dibangun, tapi sampai sekarang tak satupun yang rampung.

Alfin menguraikan, hingga kini sebanyak sekitar 300 KK terdata mendaftar huntap mandiri. Dari 300-an KK itu, disebut Alfin banyak warga mencabut berkas dan memilih pindah ke Huntap Kawasan Petobo sekitar 100 KK.

Huntap Mandiri Petobo dibangun oleh PT. Waskita selaku rekanan Kementerian PUPR dalam hal ini tim SNVT (Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu). Rencana akan dibangun 95 unit untuk tahap satu sejak peletakan batu pertama Oktober 2020 lalu.

Tapi, dari 95 unit itu sampai sekarang yang sementara dikerja berjumlah 33 unit untuk WTB yang memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Belakangan satu KK WTB mundur dari huntap mandiri sehingga sekarang berjumlah 32 WTB.

“Dari 32 unit yang sementara dikerja itu belum ada yang rampung 100 persen. Prediksi saya sekitar 70-80 persen progresnya. Adapun item yang urung dikerjakan di antaranya instalasi listrik dan air, pekerjaan plafon serta sanitasi air bersih dan kotor,” beber Alfin.

SK Penlok: Masalah Baru di Petobo

SELAIN pendataan yang berjalan bak siput, lahan yang akan digunakan untuk membangun huntap juga masih bermasalah. Ada tumpang tindih kepemilikan lahan. Padahal, lahan itu sudah ditetapkan sebagaimana dituangkan dalam Surat Keterangan (SK) Gubernur Sulteng terbaru tentang Penetapan Lokasi (Penlok) Tanah Relokasi Pemulihan Akibat Bencana Alam Sulteng pada 21 Oktober 2021.

Lahan seluas 76,25 hektare (ha) yang ditetapkan sebagai lahan Huntap Kawasan Petobo berada di sebelah selatan perempatan Jalan Kebun Sari dan Jalan HM Soeharto atau disebut area 800.

Masalah tumpang tindih kepemilikan lahan diakui Lurah Petobo.

“Di atas sertifikat ada sertifikat. Ini yang jadi akar permasalahan di dalam lahan huntap kawasan Petobo itu,” pungkas Alfin.

25 Persen Lahan Tanpa Ganti Rugi

PEMILIK lahan sepakat menghibahkan 25 persen dari luas lahannya demi memenuhi kebutuhan hunian tetap di Petobo. Kesepakatan itu terjadi pada pertemuan antara pemerintah kota seperti Kelurahan Petobo, BPN Kota Palu dan pemilik lahan, Senin 1 November 2021.

Salah satu pemilik lahan itu adalah Suladji Sumohardjo. Dia menyatakan siap menghibahkan lahannya 25 persen tanpa meminta ganti rugi.

“Taruhlah kita punya harta ya tapi kami tidak bisa apa-apakan, tidak bisa dimanfaatkan. Ya mending saya sumbangkan saja demi kepentingan dan manfaat orang banyak, apalagi untuk saudara kita yang terdampak langsung likuefaksi Petobo,” ujar Suladji ditemui di rumahnya, Jalan Banteng Kota Palu, Selasa, 16 November 2021.

Suladji memiliki tanah seluas 300 meter persegi yang dibelinya tahun 2001 silam seharga Rp1,5 juta. Sejak Suladji membeli tanah itu, dia tak pernah bisa memanfaatkan bahkan hanya sekadar mematok batas-batas tanahnya. Itu karena acap kali didatangi orang yang mengklaim itu bukan lahan miliknya.

“Secara (makna) manusiawi bapak. Saya bukan asli Palu, tapi saya sungguh prihatin lihat saudara di Petobo sana, sudah tiga tahun terkatung-katung,” ujar Suladji berurai tangis.

Dia pun mengakui tumpang tindih kepemilikan lahan di lahan eks Desa Ngatabaru itu terus terjadi. Namun dari awal pertemuan antar pihak Pemda kepada pemilik lahan itu ulang kali hingga hearing DPRD Sulteng, menegaskan Land Consolidation (LC) area 800 harus tetap berjalan.

Namun, dia tak tahu berapa jumlah pemilik lahan yang menghadiri pertemuan bersama BPN Kota Palu pada 1 November 2021. Namun, ada seratusan peserta pertemuan yang hadir sebagaimana daftar yang ditandatangani.

“Saya pribadi jika Pemda meminta lebih dari 25 persen lahan hibah untuk WTB Petobo, saya ikhlas. Silakan. Dari awal saya sama istri bersepakat,” tandas pria berusia 60 tahun itu.

Lurah Petobo Alfin mengatakan, pertemuan di 1 November 2021 itu dihadiri para pemilik alas hak area 800 yang akan digunakan sebagai huntap kawasan Petobo.

Dalam pertemuan tersebut, disepakati melalui penandatanganan berita acara bahwasanya seluruh pemilik yang hadir di momen itu bersedia menghibahkan lahan masing-masing sebesar 25 persen dari jumlah utuh lahannya.

“Perlu diketahui juga bahwa seluruh WTB Petobo penerima huntap kawasan menyepakati area 800 itu sebagai lahan atau kawasan huntap,” tandas Lurah Petobo, Alfin Ladjuni.

Terpisah, Koordinator Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, Risdiyanto juga mengakui pemilik alas hak bersedia menghibahkan lahan sebesar 25 persen. Syaratnya dipakai sesuai rancangan pembangunan huntap kawasan Petobo.

“Hasil konsolidasi itulah dari total 76,25 hektare akan dikali masing-masing 25 persen sehingga itulah luas total yang di dalamnya fasum fasos dan huntap. Dan jika menguntungkan ada lokasi perekonomian semacam UMKM begitu,” imbuh Risdiyanto.

Dia menekankan, lahan hibah itu ditetapkan jadi lokasi fasilitas umum (fasum) fasilitas sosial (fasos) serupa jalan dan tempat ibadah di samping pembangunan huntap kawasan utamanya, khususnya menyediakan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) yang jadi syarat utama pembangunan huntap.

Risdiyanto mengungkapkan bahwa lahan Huntap Kawasan Petobo saat ini mengacu pada SK Gubernur Sulteng tentang Penlok tanggal 21 Oktober 2021.

“Untuk luasan sudah sesuai seperti di SK Gubernur Penlok dan pernyataan Lurah Petobo sebelumnya ya, bahwa jumlah luasnya 76,25 hektare di titik area 800,” ujar Risdiyanto, Senin,15 November 2021.

BPN Palu dituturkan Risdiyanto saat ini sedang dalam tahap perencanaan atau teknisnya seperti inventarisasi pemegang hak atau pemilik sertifikat tanah dan pemegang akta jual beli (AJB).

“Termasuk (pemegang) AJB yang yang belum sempat dibuatkan sertifikat tetapi yang ditunjuk adalah AJB di dalam sertifikat dan surat-surat penyerahan yang lahir. Karena lokasi yang di Penlok-kan ini akan dilaksanakan konsolidasi tanah,” bebernya.

Tahap perencanaan itu disasar BPN Palu rampung Desember 2021 mendatang, kemudian dilanjutkan tahapan selanjutnya yaitu pematangan perencanaan.

Reporter: Muhammad Faiz Syafar
Editor: Udin Salim

Sumber: Metro Sulawesi

Tinggalkan Komentar