Dikawal Aparat, Lahan yang Diklaim Warga di Talise Valangguni Akhirnya Dieksekusi

78 dilihat

Ditulis oleh

Di bawah pengawalan aparat dari tiga satuan berbeda, Tentara, Polisi dan Polisi Pamong Praja, eksekusi lahan untuk pembangunan huntap III, di Talise Valangguni berjalan sukses. Eksekusi berjalan tanpa perlawanan. Hanya terdengar suara salawat meriung lamat-lamat di sore menjelang magrib itu. Namun alunan salawat kalah oleh pekak suara alat berat dan pengeras suara dari komandan polisi yang memberi aba-aba pada pasukan. Setelah melalui rentetan negosiasi yang panjang akhirnya mentok.

Hingga akhirnya, waktu eksekusi tiba.

Siang menuju sore, aparat keamanan sudah berbaris rapi. Posisi berhadapan dengan warga. Dan hanya diantarai oleh jalan aspal dengan jarak sekira 50 meter. Posisi warga sedikit di ketinggian menyaksikan dengan jelas bagaimana alat refresentasi negara itu, dalam beberapa menit kedepan bakal mengeksekusi tanah-tanah yang mereka sudah garap turun temurun.

Petang Pukul 05.19 PM, pasukan pertama yang meringsek adalah tentara. Disusul Polisi dengan bersenjata perisai transparan. Di belakangnya, korps Polisi Pamong Praja bersenjata pentungan. Terakhir adalah tiga unit alat berat. Sempat terjadi insiden kecil, saat giliran alat berat menuju medan ekseksusi sempat tertahan beberapa saat. Penyebabnya, Landri Yotolembah, warga Talise yang ikut dalam perjuangan mempertahankan tanah mereka, duduk diam di jalan yang akan dilalui alat berat.

Aparat kepolisian mengawal alat berat yang sedang mengeksekusi lahan yang diklaim warga. Foto: Yardin/PE

Ia kemudian didekati beberapa koleganya. Dibujuk namun belum mempan. Berikutnya, pengeras suara mengeluarkan peringatan. ”Saya minta tidak ada tindakan yang dilakukan yang bisa merugikan diri sendiri,” ucap suara bernada tekanan. Landry masih dengan tetap dengan aksinya. Sesaat seseorang merapat. Lalu Landry yang diapit tiga orang akhirnya bergeser.

Sesaat melajulah tiga unit alat berat. Menyeruduk pagar hidup. Polisi dan Pol PP tampak wara-wiri menjaga alat berat membabat apa saja yang di hadapannya. Sedangkan Polwan tampak duduk duduk menikmati udara sore sambil sesekali kecrek kecrek dengan latar belakang pemandangan Teluk Palu yang aduhai. Beberapa di antaranya tampak akrab berbincang dengan warga khususnya ibu ibu. Sementara polisi bertameng, tampak bergerombol di bawah jaringan Sutet.

Selain alat berat yang tampak garang menyeruduk apa saja yang di hadapannya, suasana eksekusi sore itu berjalan adem. Warga tetap diam. Beberapa di antaranya, hanya bergumam menyaksikan pagar penanda batas diseruduk tak karuan. Sementara Landry Yotolembah memilih tak menyaksikan eksekusi lahan itu. Ia berada di seberang jalan. Duduk bersila di atas urukan tanah merah. Sambil memainkan smartphone miliknya. Tokoh masyarakat Talise lainnya, Bey Arifin berdiri dengan sekondannya tak jauh dari kerumunan aparat.

Menjelang magrib penggusuran pagar masih terus berlanjut. Bahkan hingga pukul 06.20 PM, suara tiga unit alat berat masih meraung menuntaskan tugasnya yang tak lagi seberapa. Sedangkan dari kejauhan tampak para petinggi, Kapolres Palu Muhamad Soleh, Dandim dan Kepala Balai Permukiman Wilayah Sulawesi Tengah III, Ferdinan Kana Lo, bersiap pulang setelah menuntaskan eksekusi yang berlangsung lancar.

Kelak di atas lahan seluas 46 hektar itu, akan berdiri 800 unit hunian tetap. Mereka adalah korban gempa bumi, liquefaksi dan tsunami pada 18 September 2018 silam. Di antara, atau beberapa warga yang kini ada dalam barisan pengklaim lahan ini dan menjadi korban tsunami di Pantai Teluk Palu, kemungkinan akan menjadi penghuni hunian tetap yang bakal dibangun pertengahan Agustus nanti. Setidaknya begitulah data yang dikumpulkan malam tadi warung malam Hutan Kota Kaombona – Palu Timur.

 

Sumber: Pijar Sulawesi

Tinggalkan Komentar