DPRD Desak Pemkot Hentikan Pembangunan Huntap Korban Bencana

68 dilihat

Ditulis oleh

Upaya sekelompok warga untuk mengagalkan pembangunan hunian tetap (Huntap) di lahan III yang terletak di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore Kota Palu didukung oleh DPRD Kota Palu.

Melalui surat resminya, DPRD Kota Palu meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Palu menghentikan semua pekerjaan pembangunan Huntap di wilayah Kelurahan Tondo yang diklaim warga sebagai tanah adat, surat bernomor 177/513/Aspirasi tertanggal 21 Juli 2020 tersebut adalah surat resmi DPRD Kota Palu yang ditanda tangani Mohamad Ikhsan Kalbi selaku ketua DPRD Kota Palu.

Dalam uraian surat yang ditujukan ke Walikota Palu tersebut memuat beberapa poin, diantaranya meminta Walikota Palu menghentikan segera kegiatan pembangunan huntap di wiayah Kelurahan Tondo yang dianggap sedang bermasalah dengan warga Kelurahan Talise Valangguni.

“Menyarankan kepada saudara Walikota Palu agar segera menghentikan untuk sementara waktu segala aktivitas dalam upaya prmanfaatan pada lokasi yang direncanakan untuk menjadi pembangunan hunian tetap tahap III pada wilayah Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore, untuk dibicarakan lebih lanjut guna penyelesaiannya, ” bunyi poin ketiga dalam surat tersebut.

Seperti diketahui, peran Satuan Tugas (Satgas) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah (PPW) Sulteng membangun huntap untuk membantu Pemkot Palu dalam menyiapkan huntap bagi warga terdampak yang ada di zona merah.

Pembangunan huntap sebagai amanah undang-undang penanganan darurat bencana alam dan Inpres percepatan rehab rekon pasca bencana Sulteng.

Dinas PUPR akan membangun huntap serta prasarana pendidikan dan kesehatan, serta prasarana strategis yang rusak jika ada lahan-lahan yang disiapkan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan dua skema, yaitu pertama pengadaan lahan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dengan cara Pemkot membeli tanah untuk lokasi huntap, dan yang kedua skema penyiapan lahan dengan menggunakan tanah negara (ex HGB dan HGU) dan itu dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) berlokasi di Kelurahan Tondo-Kelurahan Talise Valangguni adalah lahan tanah negara ex HGB, makanya diserahkan oleh BPN/ATR kepada PUPR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Sementara itu, Ferdinan Kana’ lo selaku Kepala Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Sulteng yang merupakan perpanjangan tangan Satgas PUPR menyatakan bahwa pihaknya ditugaskan pemerintah pusat untuk membangun huntap dalam rangka membantu Pemkot Palu sebagai upaya menyiapkan hunian tetap bagi warga terdampak di zona merah pasca bencana 28 September 2018 silam.
“Pembangunan huntap sebagai amanah undang undang penanganan darurat bencana alam dan Inpres No.10 tahun 2018 tentang percepatan rehab rekon pasca benca sulteng. Kami di PUPR akan bangun huntap serta prasara pendidikan dan kesehatan serta prasarana strategis yang rusak jika ada lahan, ” jelas Ferdinan.

Menurutnya, upaya penyiapan lahan oleh pemerintah daerah dengan dua skema yaitu pertama pengadaan lahan oleh Pemkot, dengan cara Pemkot membeli tanah untuk lokasi huntap, dan opsi kedua yakni skema penyiapan lahan dengan menggunakan tanah negara bekas Hak Guna Usaha/Bangunan (ex HGU dan HGB).

“Di Kota Palu, Pemkot memakai opsi kedua yakni memanfaatkan tanah negara bekas HGU. Itu juga didukung oleh BPN/ATR, dan pengelolaannya telah diserahkan ke PUPR dan BNPB untuk dibangun, ” kata Kepala Balai P2W Sulteng.

Terkait upaya sekelompok warga Talise untuk mengagalkan pembangunan Huntap III di Kelurahan Tondo, Ferdinan menyatakan akan tetap melanjutkan pekerjaan pembangunan untuk huntap para korban bencana di Kota Palu.

“Intinya PUPR dengan pengamanan dari TNI dan Polri akan terus bekerja di lokasi huntap Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise Valangguni sesuai kesepakatan dengan Forkopinda Kota Palu, sesuai berita acara kesepakatan. Kecuali Pak Walikota perintahkan untuk PUPR hentikan semua aktifitas di lokasi huntap secara tertulis, ya kami akan hentikan dan lapor serta minta arahan pimpinan PUPR di Jakarta, ” tegasnya.

Merujuk Undang Undang Republik Indonesia No 24 tahun 2017 Pasal 50 tentang Kebencanaan, disebutkan setiap orang yang sengaja menghambat kemudahan akses rehab rekon dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun atau paling lama enam tahun dan denda paling sedikit Rp 2 miliar atau paling banyak Rp 4 miliar.(mch)

 

Sumber: Radar Sulteng

Tinggalkan Komentar