Klaim Lahan Warga, Warga Talise Sepakat Tempuh Pertemuan Adat

64 dilihat

Ditulis oleh

Wali Kota Palu dan warga Kelurahan Talise sepakat akan menggelar pertemuan adat atau libu mbaso untuk membahas penyelesaian klaim lahan Hunian Tetap (Huntap) 3.

Kesepakatan ini terjadi dalam forum libu ntodea virtual melalui aplikasi zoom cloud, Rabu 28 Juli 2020 pekan lalu.
Pola penyelesaian mengedepankan kearifan lokal ini disarankan Marzuki, seorang akademisi yang hadir dalam diskusi virtual tersebut.

Marzuki menilai dalam perspektif konflik, diskusi memang sangat perlu dilakukan untuk mengurangi ketegangan mereka yang berkonflik.

“Syukurnya sejauh pemerintah masih tetap membuka ruang dialog,” katanya.

Karena itu dia menyarankan penyelesaian terkait klaim tanah warga Kelurahan Talise yang notabene menjadi titik pembangunan Huntap perlu dibicarakan dengan pendekatan kearifan lokal. Cara-cara ini menurutnya kerap kali ditempuh masyarakat lembah Palu untuk menyelesaikan masalah.

“Gunakan kearifan lokal masyarakat Kaili itu,” sebutnya.

Klaim tanah warga Talise tambah dia harus segera diselesaikan. Karena relokasi korban bencana mendesak untuk segera dilakukan. Namun disisi lain, warga Talise juga dalam kaitan ini dalam posisi sebagai korban.

“Kalau kita tidak hati-hati masalah ini bisa memicu konflik. Karena itu saya menyarankan tempuh kearifan lokal untuk dialog,” tandasnya.

Juru bicara warga Talise, Bei Arifin mengaku sepakat untuk pertemuan adat tersebut. Menurut dia pembangunan Huntap III di lokasi itu sebelumnya memang tidak pernah ada dialog dengan warga.

“Kami sepakat kearifan lokal yang dibangun. Insyaallah bisa warga Talise bisa saling terbuka,”sebutnya.
Bei menjelaskan, warga Talise pada prinsipnya tidak menolak pembangunan Huntap. Namun menurutnya, pemerintah perlu mengakomodir keinginan warga yang juga dalam posisi sebagai korban bencana.

“Warga masih merasa ada mekanisme masyarakat yang belum selesai,” katanya.

Hal mendasar yang terjadi adalah mengenai surat edaran Wali Kota Palu yang mereka fahami bahwa lokasi pembangunan Huntap 3 berada pada area belakang eks lahan STQ. Namun realitasnya, lokasi yang digusur untuk Huntap tersebut justru dilakukan di belakang PLTU atau kantor BIN.

“Dialog dengan kearifan lokal ini agar ditataran masyarakat bisa menerima secara adil. Karena sebelum bencana kami sudah trauma terus dijanjikan unjuk dibagikan lahan. Kalaupun ada, maka apakah ingin ditunjukkan mana lahan yang layak bagi kami,” jelasnya.

Bei dalam kesempatan itu juga menyarankan pemerintah perlu meninjau Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi (Penlok) Gubernur Sulteng berkaitan perbedaan titik koordinat pembangunan Huntap 3. Serta meminta pemerintah menghentikan sementara penggusuran lahan untuk menunggu dialog yang akan diselenggarakan.

“Tinjau Penlok. Kita merujuk edaran wali kota 2 April 2020. Isinya Huntap 3 di belakang STQ. Namun realitas penggunaan di belakang BIN,”paparnya.

Sementara itu Wali Kota Palu Hidayat kembali menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan untuk mengubah atau memindahkan lokasi Huntap 3.

Namun katanya jika ada pasal yang menyatakan wali kota berhak untuk itu, maka perlu dikaji bersama. Hal ini ungkap Hidayat juga pernah diajukan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulteng. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada jawaban dari Kanwil BPN.

“Kalau ada kewenangan. Tolong jawab surat itu jika bisa dikabulkan dengan keputusan atau Perda,” katanya.
Untuk rencana libu mbaso, Hidayat menyebut akan mengundang semua pihak terkait. Termasuk praktisi dan lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi warga.

“Dialog ini memang perlu karena pada prinsipnya pula Forkompinda telah menyepakati untuk pembagian lahan sisa eks HGB. (mdi/palu ekspres)

 

Sumber : Palu Ekspres

Tinggalkan Komentar