Lokasi Huntap Tondo-Talise Dirancang Jadi Kawasan Elit

549 dilihat

Ditulis oleh

Lokasi eks lahan hak guna bangunan (HGB) di Kelurahan Tondo dan Talise, diprediksi bakal menjadi kawasan elit dan jadi Kota Satelit Palu.

Jika kembali ke 20 tahun ke belakang, mungkin hanya sedikit orang berfikir, lahan eks HGB di Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise bakal memiliki nilai investasi tinggi. Pasalnya, selain saat itu belum tersentuh pengembangan perkotaan maupun pengembangan perumahan, lokasi tersebut juga memiliki letak geografis jauh dari pusat kota (kala itu masih terfokus pembangunan di wilayah bagian barat Kota Palu).

Akibatnya, lahan tersebut puluhan tahun dibiarkan dan tidak dikelola hingga menjadi lahan tidur oleh sejumlah perusahaan pemegang HGB. Ternyata, lokasi tersebut sangat strategis untuk pembangunan dan pengembangan Kota Palu akibat mulai sesaknya pembangunan di wilayah barat daerah itu. Meski belum dimanfaatkan secara maksimal, namun lahan tersebut jelas sudah mulai terlihat bakal memiliki nilai investasi tinggi.

Terlebih, lahan eks HGB di perbatasan Kelurahan Tondo dan Talise tersebut telah dipilih menjadi lokasi pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi para penyintas terdampak bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 lalu. Selain pertimbangan lokasi yang strategis untuk pengembangan, lokasi tersebut juga dianggap berada di zona hijau atau daerah dengan tingkat risiko bencana lebih kecil alias relatif aman, khususnya bencana likuefaksi maupun tsunami.

Setelah ditetapkan sebagai kawasan relokasi pembangunan Huntap, melalui Keputusan Gubernur Sulteng Nomor:369/516/DIS-BMPR-.ST/2018 tanggal 28 Desember 2018 tentang Penlok Tanah Relokasi Pemulihan Akibat Bencana di Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah juga berencana bakal melengkapi dengan berbagai fasilitas sarana dan prasarana penunjang.

Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah, Ferdinand Kana Lo, sepakat jika lahan kawasan relokasi tersebut  bakal menjadi daerah baru pusat perekonomian di Kota Palu di masa mendatang.

Menurutnya, di atas lahan lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dan telah diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Palu untuk dijadikan lahan pembangunan Huntap tersebut, bakal disulap jadi kawasan elit sekaligus sebagai Kota Satelit Palu alias kota pelopor.

Ia juga membenarkan, caon Kota Satelit Palu tersebut bakal dilengkapi berbagai fasilitas sarana dan prasarna, seperti jalan raya, rumah ibadah, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, pasar hingga fasilitas umum, seperti taman atau ruang terbuka hijau sebagai lokasi rekreasi keluargadan gedung pertemuan.

Rencana tersebut, kata dia, sesuai dengan spirit Pemerintah Pusat dalam rangka membantu masyarakat yang ingin bangkit dan tidak berdaya pascabencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 lalu.

“Hanya saja, untuk merealisasikan rencana tersebut, sejumlah syarat harus dipenuhi. Paling utama adalah kita harus mendahulukan masalah kemanusiaan dalam hal ini, pemenuhan hunian layak (Huntap) bagi korban bencana, notabenenya, masyarakat yang ingin bangkit dan tidak berdaya. Artinya, sebelum tahap I selesai (masalah Huntap), maka tidak bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya,” kata Kabalai Ferdinand kepada Sulteng Raya, Kamis (23/4/2020).

Ia memprediksi, hanya butuh waktu paling lama tiga tahun, lahan calon Kota Satelit Palu tersebut bakal menjadi lahan potensial dengan nilai investasi tinggi. Karena, kata dia, Pemerintah telah merancang konsep pembangunan kawasan tersebut berstandar perumahan elit.

“Lokasi tersebut saya prediksi bakal menjadi pusat perekonomian baru. Paling tiga tahun, lahan di area tersebut sudah bisa tembus dengan harga Rp500 juta setiap kavlingnya. Tentu hal ini menjadi keuntungan tambahan bagi masyarakat yang bermukim di area itu, khususnya bagi masyarakat penyintas bencana yang mendapatkan Huntap,” jelasnya.

Jika masyarakat penyintas yang berhak mendapatkan Huntap di kawasan tersebut lebih jeli, jelas kondisi tersebut sangat menguntungkan.  Sebab, Huntap yang akan diserahkan berikut alas haknya berupa sertifikat hak milik (SHM) tentu bisa menjadi modal besar bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Oleh karena itu, disarankan masyarakat penyintas bencana di zona rawan bencana tinggi (ZRB IV) alias zona merah, mengikuti skema Pemerintah. Karena, pada prisipnya, Pemerintah hadir telah melakukan pertimbangan matang, sebelum memberikan solusi.

“Pada saat mereka (penghuni Huntap) butuh uang untuk modal usaha nanti, inikan (SHM, red) nanti bisa mereka pakai untuk meminjam sebagai anggunan di bank. Nah, rumah yang dibangun di kawasan nialinya akan mahal. Kenapa? Karena nilai kawasannya yang mahal, bukan harga rumahnya. Saya berani perkirakan, harga rumah di kawasan itu (kawasan relokasi Huntap Tondo-Talise) sekitar Rp500 juta. Berarti kalau nialinya seperti itu mereka (pemilik/pnghuni Huntap) bisa dapat pinjaman sekitar 50 persen dengan nilai Rp250 juta. Ini jelas sangat menguntungan mereka, dibandingkan dengan rumah yang akan dibangunkan secara mandiri dengan nilai hanya sekitara Rp50 juta,” jelas Ferdinand.

Olehn karena itu, dia mengajak masyarakat penyintas berpikir bijak melihat hal tersebut, tentunya dengan maksud agar segera mengambil sikap mendaftarkan diri memilih Huntap di kawasan tersebut.

“Apalagi kawasan yang akan kita bangun itu dengan standar kawasan bagus, seperti contoh kawasan CitraLand. Contohnya bisa dilihat di Pombewe dan Tondo. Khsusu Talise, nanti  kita akan bikin lebih bagus lagi, dengan skema awal akan dibangun sebanyak 300 ribu rumah. Di dalam kawasan akan dibangun berbagai fasilitas umum, ada sekolah, puskesmas, ada pasar, taman, ruang terbuka hijau dan sebagainya kita lengapi semuanya,” ucapnya.

Guna mewujudkan pembangunan tersebut, ada sejumlah syarat harus dipenuhi. Seperti disebutkan sebelumnya, masyarakat harus menentukan pilihan untuk pindah ke kawasan relokasi tersebut dengan cara mengisi formulir kesediaan pindah di masing-masing kelurahan. Kedua, lahan tersebut bebas dari ‘gangguan’ atau klaim dari masyarakat secara sepihak.

Jika kedua syarat tersebut, maka pembangunan Huntap serta sarana dan prasarana pendukungnya, segera dimulai oleh Pemerintah. Karena, dana pinjaman dari World Bank atau Bank Dunia untuk pembangunan Huntap sebesar 100 US dolar atau sekitar Rp1,4 triliun sudah siap sejak setahun lalu.

“Ini yang harus di fahami oleh masyarakat, dengan harapan agar warga cepat pindah ke Huntap dan kemudian kita akan mengurus Infrastruktur seperti reruntuhan bangunan yang masih ada. Karena, jika warga belum pindah, bagaimana kita akan mengurus yang lain? Sedangkan masalah kemanusiaannya (pemenuhan hunian layak atau Huntap) belum selesai,” tuturnya.

Diketahui, berdasarkan hasil verifikasi Satgas PUPR, jumlah sementara kebutuhan Huntap di Kota Palu sekitar 7.097 unit lebih. Jumlah tersebut sesuai dengan jumlah kepala keluarga (KK) terdampak bencana alam yang memenuhi kriteria diberikan Huntap, yakni 7.097 KK atau sekitar 21.000 jiwa lebih.***

 

Sumber: Sulteng Raya

Tinggalkan Komentar