Memupus Trauma Bencana, Menata Hidup Secara Terencana

204 dilihat

Ditulis oleh

Senja sudah menampakkan keelokkannya. Pancaran sinar matahari berwarna merah jingga tampak dari bukit Tondo. Petanda Kota Palu akan memasuki malam hari.

Seorang ibu rumah tangga berkerudung putih masih tampak sibuk di halaman rumahnya. Jarinya perlahan menata satu persatu helai bunga dan menyusun di pot berwarna warni.

Ia tidak sendirian, seorang pria sore itu membantunya menata taman mini yang berada tepat di depan rumahnya.
Aktivitas ini nampak di Hunian Tetap (Huntap) Blok Y 37 Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Boleh dikata Blok Y 37 ini paling berbeda dengan huntap lainnya yang berjejer sama seukuran di perumahan yang dibangun oleh Buddha Tzu Chi untuk korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018.

Rumah cantik tampak asri itu milik pasangan suami istri Helmi (47) dan Hasna (49), korban bencana gempa dan likuefaksi di Balaroa, Kecamatan Palu Barat.

Rumah lamanya yang dibangun dengan hasil keringat di Jalan Bakung Nomor 13, Balaroa, Kota Palu, telah porak poranda dihantam likuefaksi. Sisa puing-puing bangunan di hari itu mereka saksikan dengan mata kepala.

Tak ada yang bisa mereka lakukan selain menangis dan meratapi nasib akan kehidupan selanjutnya.

Sepertinya tidak ada habisnya untuk menuturkan rasa yang menghantam hati dan pikiran kala itu.

Cerita ini lantas mengawali perbincangan Helmi dan Hasna tentang rumah mereka yang dijadikan sebagai salah satu rumah percontohan huntap korban bencana di Sulawesi Tengah.

“Kalau sudah sore, yah kerjanya buat taman dan atur-atur bunga ini sudah,” kata Hasna.

Hasna, salah seorang penyintas gempa Palu saat menyiram bunga di halaman rumah baru yang ia miliki pascabencana Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso

Perempuan yang berprofesi sebagai guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Palu itu menyampaikan rasa nyaman tinggal di huntap yang baru ditinggalinya selama dua bulan itu.

Pasca hari raya Idul Fitri 2020, keluarga Helmi dan Hasna menghuni huntap, berpindah dari Hunian Sementara (Huntara) di Tavanjuka. Selama satu tahun lebih keluarga ini tinggal dan menjalankan aktivitas di Huntara NU Tavanjuka yang berlokasi di Jalan Tavanjuka Raja, Kelurahan Tawanjuka, Kecamatan Tatanga, Kota Palu.

“Habis bencana kami tinggal di tenda selama dua bulan dan setelah itu, bulan ke tiga kami pindah ke huntara,” cerita Hasna.

Ibu dua anak ini selalu haru jika ditanya tentang keberuntungannya mendapat bantuan huntap dari pemerintah. Rasa syukurnya ini lantas ia luapkan dengan menata rumahnya secantik mungkin untuk menambah rasa nyaman. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 ini, aktivitas keluarga akan lebih banyak dijalankan di rumah saja.

“Kita buat senyaman mungkin. Sebelum pindah di huntap selama di huntara saya sudah tanam bunga dan pas terima kunci saya langsung pindahkan bunga-bungaku ini,” ujar Hasna.

Blok Y 37 ini juga jadi rumah pertama di Perumahan Cintas Kasih Tzu Chi yang memasang bendera merah putih di halaman rumahnya.
Bendera kebangsaan Republik Indonesia (RI) itu berkibar di depan halaman rumahnya sebagai tanda hari Kemerdekaan RI akan diperingati sebentar lagi.

“Sebelum bulan Agustus kami beli bendera, pas tanggal 1 Agustus langsung kami pasang,” kata Hasna.

Ide menata hunian baru pasca bencana ini ternyata tidak muncul secara tiba-tiba, Hasna dan suaminya Helmi sudah merancangkan ide jika punya rumah baru nanti akan dibuat cantik dan asri.

Tidak hanya itu, kesibukan pasangan suami istri yang menikah pada 1998 ini ternyata bagian untuk menepis trauma kala ingatan bencana 28 September 2018 itu mulai menghantui.

“Trauma itu sulit kami hilangkan, dengan menyibukkan diri dan menata rumah baru ini yah setidaknya hilanglah sedikit pikiran-pikiran bencana itu,” kata Hasna.

Hasna, salah seorang penyintas gempa Palu saat memperlihatkan suasana rumah baru yang ia miliki pascabencana Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso

Hunian baru ini juga lantas membawa ingatan Hasna waktu pertama kali membangun rumah tangga dengan suaminya Helmi sekitar 22 tahun lalu, di mana semuanya harus dimulai dari nol.

Meratapi nasib tidak ada gunanya bagi keluarga Helmi dan Hasna. Menurutnya, hidup haruslah dijalani. Diberikan kesempatan untuk hidup lebih lama saja sudah harus disyukuri, apalagi mendapat bantuan rumah.

“Alhamdulillah keluarga kami bisa tinggal di tempat yang lebih nyaman,” ujar Hasna.

Wanita berdarah Bugis ini mengatakan kini rumahnya yang tampak hijau itu menjadi contoh bagi masyarakat yang berada di huntap untuk menata halaman rumah.

Kenyamanan pun semakin lengkap karena fasilitas di perumahan mulai dari air, listrik, lampu penerang jalan maupun akses jalan sudah cukup terpenuhi dengan baik.

Kini yang dijalani keluarga Helmi dan Hasna adalah membaur dan menjalin keakraban dengan tetangga di hunian barunya. Dua bulan berada di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi rasanya belum cukup untuk mengenal tetangga yang punya nasib yang sama.

“Rumah pertama kami setelah bencana, kami buat senyaman mungkin karena tidak semua orang beruntung bisa dapat rumah seperti keluarga kami ini. Inilah bentuk syukur kami,” ujar Hasna.

Kebahagiaan korban bencana memiliki rumah baru ini menjawab harapan Wali Kota Palu, Hidayat untuk mencapai kesejahteraan warganya.

Ia mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang membangunkan huntap sebanyak 1.500 di Kota Palu.

Suasana Hunian Tetap (Huntap) korban gempa Palu di Blok Y 37 Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso

Sementara itu, Yayasan Buddha Tzu Chi merealisasikan pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako 1 dengan tipe 36 di lahan seluas 80 hektare.

Peletakan batu pertama dilangsungkan 4 Maret 2019 oleh Sekretaris Provinsi Sulawesi Tengah, Moh Hidayat Lamakarate.

Huntap yang berlokasi di belakang kampus Universitas Tadulako (Untad) ini pada tahap 1 ditempati oleh 577 KK.

“Kami Pemerintah Kota Palu berterima kasih sudah membantu mencapai impian para korban bencana untuk memiliki rumah baru sebagai rumah pertama mereka pasca dilanda bencana pada 28 September 2018 lalu,” katanya.

Hidayat pun mengapresiasi warga di huntap I Tondo yang sudah memperindah hunian mereka dengan menjaga kebersihan permukiman dan menata halaman setiap rumah.

“Harapan kita ke depan kawasan Tondo menjadi kawasan permukiman cepat tumbuh indah, rapi dan asri di Kota Palu, sehingga menjadi kebanggaan masyarakat Kota Palu,” harap Hidayat.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, Singgi B Prasetyo mengatakan infrastruktur penunjang sudah dikerjakan, yang mana penyediaan air bersih ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Semantara infrastruktur jalan dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Palu.

“Tujuannya memang untuk kenyamanan penyintas yang direlokasi ke hunian baru. Kita tidak ingin mereka terbebani waktu menempati huntap,” katanya.

Suasana Hunian Tetap (Huntap) korban gempa Palu di Blok Y 37 Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso

Sumber: Kumparan

Tinggalkan Komentar