Mengukur Dampak Covid-19 Terhadap Target Penyediaan Huntap Penyintas Gempa Palu

128 dilihat

Ditulis oleh

Penanganan dan antisipasi penyebaran virus Corona Covid-19 yang tengah menjadi perhatian pemerintah diperkirakan akan memengaruhi kondisi capaian pembangunan Hunian tetap (Huntap) bagi penyintas bencana gempa di Sulawesi Tengah.

Meski begitu pihak PUPR sedang menyiapkan langkah agar pekerjaan proyek hunian tetap huntap tetap berjalan dan selesai sesuai target yang dicanangkan Presiden RI.

Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Wilayah Sulawesi Tengah sedang menyiapkan langkah-langkah agar pembangunan huntap yang menjadi hak penyintas bencana gempa di Palu, Sigi, dan Donggala tetap berjalan di tengah pembatasan aktifitas untuk mencegah penyebaran virus Corona.

Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulteng, Ferdinand Kana Lo mengungkapkan, penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan untuk pemeriksaan para pekerja kontruksi akan disegerakan pihaknya di semua lokasi pembangunan huntap, di Sigi, Palu, dan Donggala. Langkah itu sebagai salah satu bentuk jaminan kesehatan untuk pekerja.

Kerja sama dengan rumah sakit-rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 juga dilakukan sebagai langkah lanjutan jika terjadi kasus gangguan kesehatan pekerja.

“Kami sedang mengupayakan ada 5 tenaga kesehatan di setiap lokasi proyek huntap.  Jumlahnya bisa bertambah sesuai perkembangan. Kami sedang intens membahas itu dengan para kontraktor,” kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulteng, Ferdinand Kana Lo di kantornya, Selasa (17/3/2020).

Diperkirakan Berpengaruh pada Capaian Akhir Tahun

Ferdinand mengaku jikapun ada pekerja huntap yang memilih menghentikan sementara aktifitas bekerjanya karena khawatir penyebaran virus Corona Covid-19, pihak balai tidak bisa melarang, karena menyangkut keselamatan para pekerja. Hal itu juga membuat capaian target pembangunan huntap akan berubah.

Kerja-kerja balai tetap berjalan sebab hingga saat inipun target untuk penyintas bencana dapat menempati huntap di tahap pertama yang disediakan PUPR belum berubah, yakni pada bulan April 2020 atau sebelum hari raya Idul Fitri. Ferdinand merinci dari 630 unit huntap target tahap pertama, sampai pertengahan Maret 2020 sebanyak 600 unit telah selesai dibangun di lokasi Kelurahan Duyu, Kota Palu dan Desa Pombewe, Kabupaten Sigi.

hunian-hunian yang telah dibangun itu juga sedang dilengkapi dengan fasilitas dan sarana penunjang seperti air dan listrik.

“Untuk target tahap pertama relatif tidak terganggu dan kami optimis penyintas sudah menempati huntap sesuai rencana, soal jumlah penyintas yang akan masuk itu kewenangan Pemda,” jelas Ferdinand lagi.

Dampak situasi darurat penanganan Covid-19 sendiri diperkirakan baru akan dirasakan di akhir tahun 2020. Sebab target huntap yang harus diselesaikan sepanjang tahun 2020 adalah sebanyak 1.600 unit. Ferdinand menegaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan situasi di lapangan dan menentukan kebijakan-kebijakan lanjutan, agar dampaknya ke proses penyelesaian huntap penyintas bisa diminimalisasi.

“Kami belum bisa mengukur berapa penurunannya, tapi kemungkinan besar ada perubahan. Ini situasi darurat yang tidak mudah. Namun kami pastikan kerja-kerja di kantor balai yang menyangkut hunian penyintas bencana tetap berjalan,”Ferdinand menegaskan.

Penantian Panjang Penyintas untuk Hunian Layak

Di sisi lain Hunian Tetap (Huntap) bagi ribuan penyintas gempa menjadi yang paling dinantikan untuk mereka memulihkan kehidupan.

Hingga 1,5 tahun hidup di tenda darurat maupun hunian sementara (huntara) bagi sebagian besar penyintas adalah hidup yang penuh kekhawatiran dan risiko gangguan kesehatan. Apalagi di tengah pandemi Corona Covid-19.

“Lihat saja lingkungan di sini, kamar mandi dan toilet yang ada digunakan bersama untuk semua penghuni huntara. Kami harus memulihkan ekonomi, tapi juga saat ini harus memikirkan supaya tidak terjangkit virus itu,” ungkap Handi (36 th), Ketua RT Huntara Soulove, Sigi, Rabu (18/3/2020).

Keluh Murdiyah (36 th), penyintas bencana yang masih tinggal di tenda darurat Kelurahan Balaroa, Palu Barat juga sama. Dia, sang suami, serta anak-anaknya setiap harinya kini banyak menghabiskan waktu berdesakan dalam tenda berukuran 4 X 5 meter, di tengah semakin merebaknya virus yang menjadi kekhawatiran global itu. Hal yang juga dilakukan oleh 200-an penghuni tenda darurat lainnya di lokasi tersebut.

“Kami juga takut virus itu, tapi kami tidak tau harus bagaimana sekarang. Kalau ada tempat yang layak mungkin tidak seberat ini,” Murdiyah mengeluh.

 

Sumber: Liputan6.com

Tinggalkan Komentar