Pembangunan Huntap Cukup Izin UKL-UPL

141 dilihat

Ditulis oleh

Di tengah upaya Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu mempercepat pemenuhan hunian layak bagi masyarakat penyintas bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 lalu, ternyata masih ada saja sejumlah oknum masyarakat mencoba menggiring opini terhadap upaya Pemerintah tersebut.

Salah satunya, dengan menyoroti dokumen Analisa Dampak Lingkugan (Amdal) pembangunan Huntap.

Kepala Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah, Ferdinand Kana Lo, menegaskan, pembangunan Huntap di kawasan relokasi Kelurahana Tondo, Talise maupun Kelurahan Duyu, tidak memerlukan dokumen izin lingkungan Amdal, namun cukup dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

Beberapa pertimbangannya, kata Ferdinand, proses Rehab-Rekon khususnya pembangunan Huntap menggunakan dana pinjaman dari World Bank atau Bank Dunia. Bank Dunia selaku pihak yang memberi pinjaman enggan membiayai kegiatan yang membutuhkan izin lingkungan sekelas Amdal.

Pasalnya, Amdal dinilai memiliki dampak lingkungan yang cukup besar, sehingga pemberi pinjaman menolak untuk memberikan pinjaman jika kegiatan rehab-rekon, termasuk pembangunan Huntap harus membutuhkan Amdal.

“Intinya,  yang namanya pinjaman dari pihak manapun itu, termasuk Bank Dunia tidak mau membiayai kegiatan yang membutuhkan sampai dokumen Amdal,” tegas Kepala BP2W Sulteng, Ferdinan Kana Lo, Selasa (28/4/2020).

Diakuinya, dalam rangka kebencanaan tanggap darurat, terdapat aturan tentang izin lingkungan, namun ada penyaringan. Khusus di bencana di daerah, kewenangan menentukan jenis izin lingkungan berada pada kepala daerah tingkat kabupaten dan kota.

“Untuk Kota Palu, saat ini telah UPL-UKL disusun. Sesuai surat dari menteri yang menerangkan bahwa wali kota dapat menetukan hal itu (jenis izin lingkungan), sehingga dibuatlah penandatanganan berita acara yang menegaskan bahwa pelaksaan kegiatan itu cukup dengan menggunakan UPL-UKL,” kata Ferdinand.

Setelah ditetapkan izin lingkungan yang digunakan adalah UKL-UPL, kata dia, barulah pihak pemberi pinjaman bersedia membiayai Rehab-Rekon.

“Mari kita membuka wawasan tentang makna daripada Amdal itu, yang tak lain bertujuan untuk menjaga lingkungan. Pertanyaannya, terkait pembangunan Huntap di lokasi tandus,  seperti di Talise dan Tondo itu lingkungan mananya yang dirusak, di sana (Tondo-Talise) tidak ada hutan yang kita bongkar, ini bukan membangun perusahaan tambang, reaktor nuklir dan sebagainya,” ucapnya.

Justru, kata Ferdinand, keberadaan kawasan Huntap bakal dilengkapi sarana dan prasarana pendukung, seperti ruang terbuka hijau (RTH). Selain itu, katanya, di setiap unit rumah bakal ditanam pohon penghijauan.

“Ini berarti, kita memperbaiki alam bukan merusak alam. Ingat, persoalan ini (pembangunan Huntap) berkaitan dengan kemanusiaan dan ini adalah tugas kita semua untuk mensejahterakan masyarakat sebagai mana yang tertuang dalam UUD 1945,” tuturnya.

Diketahui, disadur dari https://sabdojagad.com/ Dokumen Amdal merupakan instrumen pengelola lingkungan yang wajib disusun oleh penyelenggara kegiatan atau usaha yang melakukan kegiatan atau usaha yang termasuk dalam daftar wajib Amdal, seperti diatur pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Amdal. Amdal terdiri dari Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-Andal), Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Sedangkan, UKL-UPL sama halnya seperti Amdal, berfungsi sebagai panduan pengelolaan lingkungan bagi seluruh penyelenggara suatu kegiatan. Namun, skala kegiatan yang diwajibkan UKL-UPL relatif cukup kecil dan dianggap memiliki dampak terhadap lingkungan yang tidak terlalu besar dan penting. Hal itu menyebabkan kegiatan tersebut tidak tercantum dalam daftar wajib Amdal. Namun demikian, dampak lingkungan yang dapat terjadi tetap perlu dikelola untuk menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan yang baik.

Rehab-Rekon Dibatasi 2 Tahun

Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Palu, Hidayat, mengatakan, proyek Rehab-Rekon pembangunan Huntap itu mendapat pengawasan cukup ketat dari pihak Bank Dunia. Secara detail, kata Wali Kota Hidayat, Bank Dunia akan mengamati progres pengerjaannya. Pasalnya, dana pinjaman dari World Bank atau Bank Dunia untuk pembangunan Huntap sebesar 100 US dolar atau sekitar Rp1,4 triliun sudah siap sejak setahun lalu.

“Ini persoalan Serius untuk kota Palu kedepan. Karena, pembangunan Huntap itu dibatasi hanya selama 2 tahun saja. Jika masih ada  persoalan sekecil apapun yang ada didalamnya (termasuk gangguan segelintir orang), maka proses pembangunan Huntap itu akan tersendat,” kata Wali Kota Hidayat saat melakukan pertemuan dengan Kepala Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah (BP2W) Sulteng, Ferdinand Kana Lo di ruang kerja Wali Kota Palu, belum lama ini.

Wali Kota Hidayat sangat menyayangkan tindakan segelintir orang tersebut. Menurutnya, orang-orang yang dinilai ‘mengganggu’ proses pembangunan itu sudah diberikan saran, jika memiliki alas hukum atau bukti kepemilikan tanah yang sah, agar menempuh upaya hukum. Sembari menempuh upaya hukum, diharapkan tidak menghalangi proses pembangunan Huntap.

“Saya sudah sampaikan jika ada warga yang  merasa memiliki lahan dan mempunyai bukti bukti kepemilikannya silahkan mengajukan tuntutan melalui jalur hukum, namun saya minta biarkan proses huntap itu tetap berjalan,  tolong janganlah diganggu,” ucapnya.

Ia memastikan, ulah segelintir orang tersebut bakal berakibat fatal bagi penyintas bencana kehilangan tempat tinggal saat bencana 28 September 2018 lalu yang akan direlokasi ke Huntap tersebut.

“Jumlah Para penyintas yang akan masuk ke Huntap itu ada sebanyak 7.000 KK. Nah, kalau dikalikan 3 orang saja setiap KK, maka ada 21.000 orang yang akan bisa terlantar akibat ulah oknum tersebut,” katanya.

Oleh karena itu, Hidayat mengajak kepada semua elemen masyarakat berpikir jernih dalam melihat persoalan kebencanaan di Kota Palu saat ini. Ia berharap, penanganan bencana alam yang sedang diupayakan Pemerintah Pusat bersama Pemkot Palu itu agar menanggalkan urusan atau kepentingan-kepentingan lain, khususnya masalah politik.

“Dalam hal ini saya mengajak kita untuk tidak membawa bawa persoalan bencana ini ke ranah politik. Tanggalkanlah dulu kepentingan politik. Mari kita berpikir jernih dalam melihat persoalan ini (penanganan bencana). Karena, kalau projek Huntap ini gagal,  maka siapapun yang menjadi Wali Kota kedepan tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.

Hidayat juga berharap, semua pihak mendukung upaya Pemkot Palu untuk menuntaskan  kesempatan yang diberikan pihak Bank Dunia untuk merampungkan persoalan kebencanaan di Kota Palu, khususnya persoalan lahan Huntap. HGA

 

Sumber: Sulteng Raya

Tinggalkan Komentar