Pemilik Lahan Huntap Tuntut Ganti Untung

110 dilihat

Ditulis oleh

Sejumlah warga pemilik lahan di Desa Ngata Baru, Kabupaten Sigi, mengadu ke Ombudsman Perwakilan Sulteng, Selasa 15 Oktober 2019. Mereka keberatan atas proses pembebasan lahan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) dan rencana pembangunan Kota Mandiri.

Dipimpin Nico Salama, mereka diterima langsung oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, H Sofyan Lemba.

Sofyan mengatakan, Nico dkk yang mewakili kurang lebih 30 KK, pemilik lahan di lokasi Desa Ngata Baru, Kabupaten Sigi keberatan soal proses dan prosedur pembebasan lahan untuk pembangunan Huntap bagi warga Petobo dan rencana pembangunan Kota Mandiri di atas lahan SHM milik mereka.

“Warga pemilik lahan protes atas tata cara dan prosedur pelepasan hak mereka yang tidak jelas, meski sudah dua kali dilakukan pertemuan yang digagas oleh Walikota,” kata Sofyan dalam rilisnya yang diterima Metrosulawesi, Selasa 15 Oktober 2019.

“Kami bukan tidak mau melihat aspek kemanusiaan, karena toh mereka juga adalah korban dari gempa tersebut. Mana mungkin kami menyerahkan begitu saja tanah kami tanpa ada pembicaraan ganti rugi yang layak, karena kami mempunyai sertifikat hak milik dan dahulunya juga memiliki tanah tersebut lewat jual beli,” kata Sofyan mengutip keluhan Nico dkk.

“Jangankan 45 persen tanah bisa kami berikan dari masing-masing kepemilikan lahan kami, 100 persen pun kami berikan asal jelas soal ganti ruginya. Olehnya kami meminta tolong kepada Ombudsman sekaligus meminta perlindungan”

“Saat ini, alat berat sudah mulai menggusur lahan kami padahal belum ada kata sepakat sedikitpun,” tambah Sofyan masih menirukan keluhan Nico dkk.

Sofyan mengatakan, pihaknya menerima langsung pengaduan Nico dkk dan memberikan beberapa catatan. Pada kesempatan itu katanya, untuk kepentingan proses tindak lanjut, pihaknya menyanrankan agar Nico Dkk, pemilik lahan untuk lebih dulu mengajukan keberatan secara tertulis kepada Wali Kota Palu, soal rencana pembangunan kota Mandiri tersebut, dan tembusannya dikirimkan ke Ombudsman.

“Bila 14 hari keberatan tersebut tidak ditanggapi, maka Ombudsman akan masuk melakukan investigasi atas pengaduan masyarakat tersebut,” jelas Sofyan.

Menurut Sofyan, persoalan tersebut sebenarnya bisa dicarikan jalan keluar terbaik, asal kedua belah pihak bisa berkomunikasi secara baik.

“Di sini bukan hanya soal kemanusiaan belaka, tapi di sini soal transparansi, proses dan prosedur juga kepastian hukum serta keadilan. Seluruh pihak harus melihat seluruh aspek tersebut,” jelasnya.

Menurut Sofyan, penanganan bencana harus berhati-hati dan cermat dalam pengambilan kebijakan. Pihaknya berharap tak ada konflik dari soal pengadaan tanah tersebut.

“Tak boleh ada pihak yang dirugikan dan tak boleh saling berbenturan antar masyarakat. Ombudsman siap lakukan mediasi soal ini,” pungkasnya.

Menindalanjuti saran ORI Sulteng itu, warga pemilik lahan langsung menyurati Wali Kota Palu. Ada tiga inti kebaratan yang mereka tuangkan dalam surat tersebut.

Pertama, Pemerintah Kota Palu sama sekali belum pernah melakukan negosiasi harga kepada mereka selaku pemilik lahan tentang ganti untung lahan. Kedua, status kepemilikan lahan tersebut, semuanya telah bersertifikat hak milik.

Ketiga, penggusuran tahap awal yang telah dilakukan oleh Pemkot Palu atas lahan tersebut pada 6 Oktober 2019, dilakukan tanpa izin dan tanpa sepengetahuan mereka selaku pemilik lahan.

Surat tertanggal 16 Oktober 2019 tersebut ditembuskan ke Ombudsman Sulteng, gubernur, bupati dan sejumlah instansi terkait.

 

Sumber: Metro Sulawesi

Tinggalkan Komentar