Pemkot Palu Dinilai Tidak Serius

80 dilihat

Ditulis oleh

Gempa bumi, likuefaksi dan tsunami 28 September 2018 sudah hampir dua tahun berlalu. Tapi, ternyata masih ada hampir 2.000 kepala keluarga (KK) warga Kelurahan Petobo, Palu Selatan belum mendapatkan hunian.

Hal itu terungkap saat Pansus Padagimo (Panitia khusus Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong) DPRD Sulteng meninjau langsung pengungsi di Kelurahan Petobo, Palu Selatan, Sabtu 4 Juli 2020. Di sana masih ada sebanyak 1.973 KK yang belum memiliki hunian.

Pansus yang dibentuk untuk pengawasan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana itu sengaja turun untuk melihat fakta di lapangan. Setibanya di lokasi pengungsian warga Petobo korban likuifaksi, Pansus Padagimo menemukan warga Petobo yang kurang lebih dua tahun terlunta-lunta, tanpa jelas kapan mereka mempunyai hunian tetap. Tanah lapang yang berada Petobo seluas 800 x 2.200 meter persegi tidak bisa digunakan warga untuk membangun hunian karena tidak punya kepastian hukum.

Di hadapan Pansus Padagimo, Umar, koordinator warga Petobo meminta segera dibangunkan hunian tetap di Kelurahahan Petobo. Warga menolak direlokasi ke hunian tetap yang berada di Kelurahan Tondo, Kelurahan Talise dan Kelurahan Duyu.

Menurut Umar, relokasi ke tiga lokasi itu tidak manusiawi karena di Petobo masih ada lahan yang sangat luas untuk menampung 1.973 KK yang belum memiliki hunian di Petobo. Lagi pula lokasi tawaran pemerintah jauh dari sumber pencaharian warga.

“Kami (warga Petobo) tidak bersedia dipencar-pencar ke Tondo, Talise dan Duyu. Kami ingin tetap di sini (Petobo). Kami mohon kepada Pansus Padagimo membantu kami menuntaskannya. Kami sudah bolak-balik menghadap Wali Kota Palu, tetapi tidak pernah diseriusi sampai saat ini,” ujar Umar.

Umar menjelaskan, lokasi yang warga Petobo minta dibangunkan hunian tetap mendapat klaim dari pihak tertentu sebagai lokasi mereka dan mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM) sebanyak 210 SHM.

“Tetapi SHM yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) banyak yang tidak sesuai dengan lokasinya, warga sudah melakukan pengecekan di lapangan,” jelas Umar.

Menurut Umar, puluhan tahun lahan tersebut juga tidak pernah dikelola. Selama ini hanya warga Petobo yang mengelolanya. Umar menyayangkan Pemkot Palu seakan tidak serius mengurus warga Petobo, tidak ada upaya dari pemerintah untuk mengambil alih kepemilikan lahan tersebut.

Menanggapi aduan warga itu, Ketua Pansus Padagimo, Budi Luhur Larengi geram. Menurutnya, tidak ada alasan bagi Pemerintah Kota Palu tidak mengurus warganya. apalagi yang menjadi korban bencana.

“Pemerintah harus mengadakan tanah untuk warga. Tidak ada alasan bagi pemerintah tidak punya anggaran untuk pengadaan tanah. Klaim lahan oleh pemilik SHM sebenarnya bisa diambil alih sepenjang pemerintah punya kemauan untuk itu. Negara tidak boleh kalah, apalagi itu untuk kepentingan kemanusiaan,” tegas Budi di depan warga Petobo.

Sebelum ke Petobo, Pansus Padagimo sempat didatangi warga Talise. Mereka juga menyampaikan masalah yang sama. Yakni soal kebutuhan tanah. Mereka juga kekurangan lahan untuk memenuhi kebutuhan hunian. Apalagi harus menerima pindahan dari daerah lain.

“Kami prihatin mendengar warga direkolasi ke daerah lain. Kalau itu terjadi, maka kelurahan Petobo didesain hilang dari peta bumi karena tidak ada lagi yang menghuni di situ,” ujar Budi.

“Kami akan memanggil Wali Kota Palu untuk membahas kepastian hunian tetap warga Petobo. Negara harus hadir. Tidak boleh rakyat dibiarkan sendiri. apalagi sudah dua tahun tanpa ada kejelasan,” tambahnya.

Budi juga meminta kepada warga untuk tetap menggunakan cara-cara yang baik dalam menyampaikan aspirasi sesuai dengan aturan perundang-undangan. Jangan sampai menimbulkan persoalan baru.

Hal senada juga disampaikan anggota Pansus Padagimo, Yahdi Basma. Dia mengatakan, UU No.2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum sangat jelas mengatur. Pemerintah bisa mengambil alih tanah yang dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum sepanjang itu untuk kepentingan umum.

“UU menjamin itu. Jadi tidak ada alasan bagi negara tidak menyiapkan anggaran untuk pengadaan tanah demi kepentingan umum. Apalagi itu berkaitan dengan masalah kemanusiaan,” tegas Yahdi.

Pansus Padagimo pun bertanya-tanya, apakah Pemkot Palu sudah melakukan upaya tersebut? Menyediakan anggaran misalnya, atau membangun komunikasi dengan pemegang SHM.

“Yang jelas UU menjamin negara mengambil tindakan dalam pengadaan tanah demi kepentingan umum. Masyarakat boleh kehilangan keluarga, harta benda tapi jangan buat masyarakat kehilangan harapan,” tegas Yahdi.

Anggota Pansus lainnya, Alimuddin Paada mengatakan, relokasi warga Petobo tidak bisa dipaksakan, karena akan memacu konflik horizontal. Dipindahkan ke daerah lain juga tidak memungkinkan, karena daerah lain juga kekurangan tanah untuk menampung warga.

“Masyarakat Petobo tidak mau dipisah-pisah. Ini tidak bisa dipaksakan karena memacu konflik di kemudian hari,” tuturnya.

Di bagian lain, Sekretaris Pansus Padagimo, Wiwik Jumatul Rofiah, meminta dukungan warga Petobo agar Pansus bisa mempercepat penyelesaian masalah di Petobo. Wiwik mengatakan warga sudah terlalu lama bersabar.

“Doakan kami agar mempercepat selesainya persoalan di Petobo, sehingga warga secepatnya menempati hunia tetap di lokasi yang warga inginkan,” harapnya.

Mengunjungi Petobo, seluruh anggota Pansus Pansus Padagimo hadir lima di antaranya merupakan dari daerah pemilihan Kota Palu yaitu Alimuddin Paada, Yahdi Basma, Hidayat Pakamundi dan Wiwik Jumatul Rofiah.

 

Sumber: Metro Sulawesi

Tinggalkan Komentar