Pemkot Sebut BPN Kurangi Luas Lokasi Huntap

69 dilihat

Ditulis oleh

PALU – Pengadaan tanah eks hak guna bangunan (HGB) untuk kepentingan pemulihan bencana di Kota Palu belum bisa segera dilakukan sepenuhnya. Pasalnya Kantor Wilayah  Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah (Kanwil BPN) Sulteng justru mengurangi luas lahan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan (SK) Gubernur Sulteng nomor 368/516/DIS.BMPR-G.ST/2018 tentang penetapan lokasi (Penlok) tanah relokasi pemulihan akibat bencana.

Kendatipun  Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil telah memerintahkan Kanwil BPN Sulteng untuk tidak memperpanjang lahan HGB atau melepaskan sebagian lahan yang telah masuk dalam Penlok. Sesuai dengan surat Nomor .04.01/1801/X/2019 prihal pembangunan hunian tetap tanggal 15 Oktober 2019 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Sulteng.

Untuk diketahui Penlok tanah yang ditetapkan Gubernur Sulteng seluas 882,3 hektare akan diperuntukkan penyediaan tanah  pembangunan hunian tetap (Huntap), Ruang terbuka hijau, sarana dan prasarana umum serta perkantoran. Penetapan luas lahan dalam Penlok inipun dikaji dan dilakukan Kanwil BPN Sulteng.

Namun luas tanah dalam Penlok sebagian masuk dalam 8 kontrak perusahan pemilik HGB dan HGU. Adapun total luas lahan yang dikuasai 8  perusahan tersebut sebesar 1,388,7 hektare.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kota Palu, M Rizal mengungkapkan, setelah adanya Penlok, BPN Sulteng justru mengeluarkan peta lain tentang lahan relokasi. Dalam peta baru itu kata dia, BPN malah mengurangi luasan lahan dalam Penlok.

“Akibatnya Pemkot Palu beberapa kali melakukan perubahan side plant. Karena setelah SK Penlok Gubernur, wali kota mengeluarkan Perwali pemanfataan lahan sesuai Penlok,” ungkap Rizal, Selasa 12 November 2019.

Luas lahan dalam Penlok di Kota Palu awalnya seluas 560hektar lebih. Yakni di Kelurahan Duyu seluas 79hektar dan Keluarahan Tondo dan Talise seluas kurang lebih 481hektar. Bahkan unik pemanfaatan lahan ini sudah disusun dalam sebuah side plant. “Dalam perjalanan, BPN Sulteng keluarkan peta yang tidak sesuai luas dalam Penlok tersebut. Padahal peta lampirannya luas lahan itu yang buat BPN sendiri. Kenapa kemudian keluarkan peta lain,”bebernya.

Contohnya lahan dalam Penlok di Kelurahan Duyu. Awalnya dalam Penlokbseluas 79 hektar. Tapi dalam peta relokasi baru hanya tersisah seluas 38 hektar. Kemudian di Kelurahan Tondo dan Talise Kecamatan Manantikulore. Awalnya Penlok seluas 481. Namun dalam peta relokasi baru hanya tersisah kurang lebih 146 hektar.

Didua kelurahan ini terdapat tiga titik lahan relokasi sebagaimana SK Penlok Gubernur Sulteng. Ditiga titik itu, tersisah masing-masing titik pertama seluas 36hektar, titik kedua seluas 91hektar dan titik ketiga seluas 19 hektar. “Jika tiga titik itu digabung maka luas lahan yang tersisah hanya sekitar 146hektar dari yang awalnya dalam Penlok seluas 481 hektar,”sebut Rizal.

Hal ini menurut Rizal membuat kacau balau upaya pemulihan bencana di Kota Palu. Sebab, terhadap lahan dalam SK Penlok Gubernur telah ditindaklanjuti dalam revisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Yang dilakukan bersamaan dengan revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta Kajian Lingkungan Hidup Startegis (KLHS). “Upaya Pemkot terhadap relokasi korban bencana menjadi terhambat. Belum lagi sudah ada donatur yang terlanjur mulai membangun Huntap dilahan lahan tersebut,”katanya.

Ketersediaan lahan pemukiman di Kota Palu kini sangat terbatas. Sejauh ini Kota Palu hanya punya satu pusat pelayanan kota (PPK) di Kecamatan Palu Barat dan Palu Timur.

Seiring berjalan waktu menurut kajian konsultan RTRW kota palu sudah harus dikembangkan. Karena Palu Barat dan Timur sudah padat. “Konsultan merujuk pada rencana Pemkot untuk kembangkan kawasan tanah terlantar di Kecamatan  Mantikukore menjadi PPK baru. Dengan asumsi disana sesuai Penlok Gubernur tentang Huntap, maka di Kecamatan Mantikukore dan Tondo akan jadi 1 kawasan pemukiman baru,”jelasnya.

Pengurangan luas lahan Penlok oleh BPN Sulteng, tambah Rizal, kemungkinan besar sengaja dilakukan. Pasalnya kemudian Kepala Kanwil BPN Sulteng menerbitkan surat nomor 949 /72.MP.03.03/X/2019 prihal pengeluaran dari database tanah terindikasi terlantar yang ditujukan kepada  Direktur Jenderal Penertiban, Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR/BPN pada tanggal 24 Oktober 2019.

Rizal menilai surat ini ditengarai akal-akalan Kanwil BPN Sulteng untuk tetap memberi akses pemilik HGB agar bisa memohonkan kembali atau memperpanjang HGB yang telah berakhir masa berlakunya. Dan memunculkan tafsir, bahwa para pemilik HGB hanya diminta secara sukarela melepaskan haknya.

“Padahal jelas-jelas Menteri ATR/BPN telah meminta BPN Sulteng agar tidak memperpanjang HGB yang habis kontrak dan melepas lahan yang masuk dalam Penlok,”papar Rizal. Berikut surat yang dikeluarkan Kepala Kanwil BPN Sulteng. Bahwa sehubungan dengan Kegiatan Penyediaan Tanah untuk lokasi Huntap pasca bencana di Sukteng yang berasal dari tanah-tanah HGB yang masuk dalam database tanah terindikasi terlantar.

Point 1, Kanwil BPN Sulteng menekankan bahwa para pemilik tanah akan menyumbangkan sebagian tanahnya untuk Huntap. Dan sisa tanahnya akan diusahakan perpanjangan haknya. Terhadap sumbangan tanah secara sukarela diberi penghargaan/apresiasi oleh Bapak Menteri ATR/BPN dengan memperpanjang sisa tanahnya, termasuk juga mengeluarkan dari data base tanah terindikasi terlantar.

Poin 2 . Pelepasan hak secara sukarela telah dilaksanakan (terlampir) dan sisa tanah juga telah diajukan permohonan perpanjangan haknya.

Poin 3 daftar hak serta luas pelepasan dan luas permohonan terlampir.

Point 4 yakni kami mempertimbangkan untuk dapat dikeluarkan dari data base tanah terindikasi terlantar. Selayaknya dibebankan syarat-syarat dan ketentuan khusus dalam keputusan dan perpanjangan haknya.

Rizal menerangkan, surat Kanwil BPN ini tidak sejalan dengan semangat Menteri ATR/BPN. Rizal menyebut BPN Sulteng menafsirkan lain surat Menteri ATR/BPN. Menjadi seolah olah pelepasan hak dilakukan secara sukarela dengan iming-iming lahan yang akan dimohonkan kembali bisa dikeluarkan dari data base tanah terindikasi telantar.

“Anehnya, BPN Sulteng juga pernah mengeluarkan penetapan tanah tanah telantar dari eks HGB. Kenapa sekarang mesti menyebut lagi ada indikasi tanah terlantar,”jelasnya. Terhadap surat Kanwil BPN ini, Wali Kota Palu menurutnya akan kembali melayangkan surat kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendapat penjelasan. ***

 

Sumber: Kabar Sulteng Bangkit

Tinggalkan Komentar