Monitoring Penyediaan Hunian Tetap di Sulawesi Tengah
  • Beranda
  • Catatan Pemantauan
  • Berita Media
  • Dokumen Hunian Tetap
    • Dokumen Bank Dunia
    • Kebijakan Pemerintah
    • Dokumen Pendukung Lainnya
Monitoring Penyediaan Hunian Tetap di Sulawesi Tengah

Partisipatif & Inklusif

  • Beranda
  • Catatan Pemantauan
  • Berita Media
  • Dokumen Hunian Tetap
    • Dokumen Bank Dunia
    • Kebijakan Pemerintah
    • Dokumen Pendukung Lainnya
Berita Media

Ragam Masalah Iringi Proses Relokasi ke Huntap

oleh Redaksi 22/07/2020
oleh Redaksi 22/07/2020 43 dilihat

Ketiadaan pusat informasi, penolakan penyintas untuk direlokasi dan permasalahan status lahan relokasi, adalah beberapa dari sekian banyak masalah yang hadir dalam proses relokasi penyintas bencana 28 September 2018 lalu, ke lokasi hunian tetap (huntap). Masalah-masalah ini diutarakan para penyintas dari berbagai lokasi, seperti Balaroa, Duyu, Mpanau, Pombewe, Panau, Petobo, Lere, Talise, Talise Valangguni, dan Tondo, yang hadir pada diskusi terfokus (FGD) Rehab Rekon Huntap, yang dilaksanakan oleh Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulteng, Selasa (21/7/2020), di Rumah Peduli SKPHAM.

Dalam diskusi terfokus tersebut, sejumlah penyintas dari berbagai lokasi, menceritakan masalah-masalah yang mereka hadapi. Aco dari Lere misalnya, menjelaskan, dari 205 KK yang tinggal di Huntara di Jalan Diponegoro, hanya 50 KK yang bersedia direlokasi ke huntap, sementara sisanya menolak, karena bergantung dengan mata pencahariannya sebagai nelayan, sedangkan lokasi relokasi terletak jauh dari pantai.

“Huntara di Jalan Diponegoro sudah jatuh tempo, dan mereka diberi waktu tambahan selama tiga bulan ke depan. Hanya 50 KK yang ke huntap, sisanya tidak mau direlokasi, karena mata pencahariannya nelayan. Rencana dari Pemkot, kabarnya rumah susun (rusun) di Lere, hendak dibuatkan huntap,” urainya.

Hal yang sama juga diungkapkan Satna, warga huntara Pombewe, Kabupaten Sigi, yang kini dalam situasi gamang, karena pemilik lahan huntara yang ditempatinya sudah meminta lahannya kembali dan memberi waktu sampai September untuk pindah, sementara pengerjaan huntap di Pombewe, hingga saat ini belum rampung.

“1 September, kami sudah diminta mengosongkan huntara, sementara huntap di Pombewe katanya Desember rampung. Kami bingung harus bagaimana,” keluhnya.

Sementara itu Nunung dari Balaroa, mengeluhkan sulitnya akses informasi terkait relokasi di masyarakat. Kata dia, akses informasi yang tidak satu pintu ini, membuat informasi di masyarakat jadi simpang siur, sehingga acapkali menimbulkan keresahan di masyarakat, soal relokasi.

Keluhan Nunung ini dijawab oleh Asril, yang menjelaskan, untuk warga Balaroa, ada dua pintu akses informasi. Untuk warga lokal kata dia, informasi dipusatkan di kelurahan, sedangkan untuk warga korban likuefaksi di Perumnas Balaroa, informasi dipusatkan di Forum Komunikasi Warga Perumnas.

Selanjutnya, soal status lahan relokasi, Koordinator Talise-Valangguni, Bey Arifin mengatakan, Pada dasarnya masyarakat Talise-Valangguni tidak menolak huntap, tetapi seharusnya kata dia, mereka juga diajak untuk membicarakan hal tersebut. Kata dia, ada beberapa solusi dari warga soal lokasi relokasi, misalnya lokasi lapangan golf dan hutan kota.

“Misalnya lapangan golf Talise itu, kenapa tidak dijadikan lokasi huntap? Toh selama ini juga tidak memberi sumbangsih bagi masyarakat,” ujarnya.

FGD ini sendiri merupakan bagian dari proses monitoring pembangunan huntap yang dibiayai dari pinjaman Bank Dunia, yang dikelola oleh Kementerian PUPR. Ketua tim monitoring, Moh. Syafari Firdaus mengatakan, monitoring ini merupakan bagian dari ikhtiar partisipasi SKP-HAM Sulteng, dalam prinsip inklusi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal SKP-HAM Sulteng, Nurlaela Lamasitudju menjelaskan, kegiatan FGD ini dilaksanakan untuk mendapat catatan sekaitan dengan proses monitoring huntap, dilihat dari segala syarat yang dimintai oleh Bank Dunia. Monitoring ini sendiri dilakukan secara independen oleh SKP-HAM.

“Adapun FGD ini akan menyasar tiga kelompok. Pertama, warga terdampak bencana, warga terdampak proyek huntap, dan warga pemilik lahan. Kedua, NGO dan media. Ketiga, pemangku kebijakan,” ujarnya. JEF

 

Sumber: Mercusuar

0 komentar
0
FacebookTwitterWhatsappTelegramLINEEmail
Tulisan sebelumnya
DPRD Palu Minta Aktivitas Pembangunan Huntap di Talise Dihentikan
Tulisan selanjutnya
Kanwil ATR/BPN Sulteng akan Berikan Sertifikat Tanah Huntap

Tulisan Terkait

Realisasi Huntap di Palu Baru 2.080 Unit, Masih Kurang 4.000...

14/01/2021

PUPR Bangun 745 Hunian Tambahan untuk Korban Gempa Sulteng

13/01/2021

Kepala BP2W Sulteng : Bank Dunia Bekukan Dana Pembangunan Huntap...

12/01/2021

Pemerintah Bangun 3.050 Hunian Korban Gempa di Sulteng pada 2021-2022

12/01/2021

620 Hunian Tetap Segera Dihuni Korban Bencana Palu dan Sigi

12/01/2021

Pemkot Palu: 4000-an Keluarga Masih Menanti Hunian Tetap

11/01/2021

Tinggalkan Komentar Urungkan Balasan

Simpan nama, email, dan situs saya di perambah ini untuk komentar saya selanjutnya.

Tentang Situs Ini

Tentang Situs Ini

Situs ini didedikasikan sebagai media untuk memantau proses pelaksanaan penyediaan hunian tetap bagi korban bencana 28 September 2018 di Sulawesi Tengah.

Pemantauan ini dilakukan oleh Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Sulawesi Tengah. Kami memandang perlu untuk melakukan pemantauan ini sebagai bagian dari ikhtiar untuk turut berpartisipasi dalam proses pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Sulawesi Tengah.

Kirim Berita atau Laporan

Jika Anda berkenan untuk mengirim berita atau laporan yang terkait dengan proses pelaksanaan dan pembangunan hunian tetap, silahkan buka tautan berikut ini.

Kirim Berita atau Laporan

Alamat Kontak

Alamat Kontak

Rumah Peduli SKP-HAM Sulteng
Jl. Basuki Rahmat Lorong Saleko II
Birobuli Utara - Kota Palu
Phone: +62 818.436.919
WA: +62 818.436.919
Email: skp.ham.sulteng@gmail.com

@2019 - Didesain dan dikembangkan oleh SKP-HAM Sulteng

id Indonesian
en Englishid Indonesian