Relokasi Hadirkan Solusi bagi Warga Terdampak Bencana

51 dilihat

Ditulis oleh

Pemerintah telah merencanakan pembangunan Huntap Ganti sebagai upaya relokasi Warga Terdampak Bencana (WTB) bencana gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala. Meski perencanaan telah selesai pada akhir 2019 lalu, langkah Pemerintah dihadapkan pada sejumlah tantangan. Tak hanya dari aspek teknis, tetapi juga aspek sosial ekonomi masyarakat.

Relokasi

Dari pusat Kota Palu, lokasi Huntap Ganti di Kabupaten Donggala dapat ditempuh sekitar 1 jam. Nantinya, lokasi ini akan menjadi kawasan hunian baru bagi WTB yang berasal dari tiga kelurahan terdampak bencana di Kecamatan Banawa, yaitu Kelurahan Boya, Kelurahan Tanjung Batu, dan Kelurahan Labuan Bajo.

Berdasarkan data Juni 2020, sebanyak 104 KK akan direlokasi ke Huntap Ganti yang terdiri dari 39 KK dari Boya, 29 KK dari Tanjung Batu, dan 36 KK dari Labuan Bajo. Tercatat, 81 KK (78%) di antaranya merupakan KK laki-laki. Sedangkan 23 KK (22%), merupakan KK perempuan, termasuk 6 KK perempuan manula usia di atas 70 tahun yang hidup sendiri. KK perempuan manula haruslah menjadi prioritas dalam proses relokasi ke Huntap dan pemberdayaan ekonominya.

Di sisi lain, upaya relokasi memerlukan perencanaan terpadu yang mencakup aspek teknis maupun sosial ekonomi masyarakat. Belajar dari pengalaman pada kasus di Kelurahan Kabonga Kecil, di mana penduduknya tidak bersedia direlokasi. Lantaran, profesi penduduk sebagai nelayan, sedangkan lokasi relokasi berada jauh dari pantai.

Sebagai solusi, Pemkab Donggala pun menginstruksikan untuk relokasi mandiri. Pemkab akan membangunkan rumah, asalkan WTB memiliki lahan sendiri dan lahan tidak berada dalam zona merah (lebih 200 meter dari pantai).

Kini, kondisi serupa dihadapi dalam rencana relokasi WTB ke Huntap Ganti. Lantaran, Huntap Ganti berjarak sekitar 5,2 km dari permukiman asal WTB yang berada di pesisir pantai. Karena tinggal di wilayah pesisir, kegiatan utama WTB adalah sebagai nelayan.

Dengan demikian, relokasi diharapkan tidak hanya menyediakan tempat hunian yang layak dan aman dari ancaman bencana. Melainkan, juga harus bisa mendukung keberlangsungan penghidupan dan peningkatan kesejahteraan warganya.
Maka, relokasi harus didasarkan pada sejumlah pertimbangan, antara lain kesediaan WTB untuk direlokasi dan beralih profesi. Lalu, status dan pengelolaan lahan WTB di lokasi lama jika WTB tetap berprofesi sebagai nelayan. Kemudian, pertimbangan akan adanya kemungkinan untuk menata ulang kawasan permukiman yang lama sehingga tetap dapat mendukung kegiatan utama warga sebagai nelayan.

Perencanaan Huntap Ganti

Sementara itu, secara teknis, perencanaan Huntap Ganti masih dihadapkan pada persoalan terkait ketersediaan data legalitas lahan. Kemudian, adanya perubahan data WTB dan siteplan juga perlu dilakukan penyesuaian terhadap rencana teknis.

Awalnya, di atas lahan seluas 17.790 m2 yang dijadikan lokasi Huntap akan dibangun 110 unit rumah berukuran 10×12 m2. Lalu, terjadi perubahan ukuran kavling rumah menjadi 10×15 m2 sehingga hanya bisa dibangun 64 unit rumah. Untuk itu, diperlukan lahan tambahan sekitar 10.000 m2 yang bisa menampung 40 unit rumah terbangun.

Huntap Ganti merupakan salah satu langkah nyata Pemerintah dalam penanganan dampak bencana bagi daerah dan masyarakat terdampak. Atas dasar kesepakatan antarpemangku kepentingan di tingkat Pusat dan daerah (29 Oktober 2019), pembangunan Huntap Ganti pun dilaksanakan sebagai huntap satelit. (pkp)

 

Sumber: Cipta Karya

Tinggalkan Komentar