Sederet Masalah Rehab-Rekon Pascabencana

169 dilihat

Ditulis oleh

Proses rehabilitasi dan rekontruksi pascabencana alam 28 September 2018 masih terus dilakukan. Meski berjalan hampir 2 tahun, proses rehabilitasi dan rekontruksi di Kota Palu, Sigi, dan Donggala masih terkendala sejumlah masalah.

Sederet masalah itu disampaikan Komandan Satgas Percepatan Pembangunan Rehab-rekon Pascabencana 28 September 2018, Brigjen TNI Farid Makruf, dalam Rapat Koordinasi Satgas Percepatan Pembangunan Rehab-Rekon Pascabencana di Kota Palu, Jumat, 7 Agustus 2020.

Dansatgas Percepatan Pembangunan Rehab-rekon Pascabencana, Brigjen TNI Farid Makruf mengatakan, dari hasil kerja mereka, ditemukan sejumlah masalah, pertama sebanyak 7.000 lebih masyarakat yang masih tinggal di huntara menuntut segera pembangunan huntap. Bahkan kata Farid, sebagian penyintas sudah tidak percaya sama pemerintah. Terakhir, sejumlah penyintas dari berbagai lokasi pengungsian di Kota Palu melakukan aksi demo menuntut percepatan pembangunan huntap.

“Mereka bilang, kami sudah tidak percaya dengan Wali Kota Palu. Mereka menuntut segera lanjutkan pembangunan huntap di lokasi yang sudah ditentukan,” kata Farid.

Selain itu, ada juga masalah sengketa lahan di Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise. Sehingga kata Farid, saat petugas pembangunan huntap ingin meratakan lahan, selalu ada penentangan dari warga sekitar.

“Kemarin sudah bisa nih Dandim dan Kapolres menyelesaikan masalah di Talise, eh seminggu kemudian ada Anggota DPRD yang mengatasnamakan rakyat dan menyuruh pasang patok disana,” tambahnya.

Di Kelurahan Petobo, warga yang terdampak gempa bumi dan likuefaksi sebagian besar menolak upaya relokasi oleh pemerintah. Menurut Farid, hal itu tentu ada penyebabnya yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah.

Di Desa Pombewe, Kabupaten Sigi, ada masalah ketersediaan air bersih dan infrastruktur penyintas. Terkait itu, dirinya meminta siapapun pihak terkait agar berkoordinasi dengan mereka, yakni Satgas Percepatan Pembangunan Rehab-rekon Pascabencana 28 September 2018.

Selain Kota Palu dan Sigi, kata Farid, masalah permintaan huntap dari korban bencana juga terjadi di daerah Tompe, Kabupaten Donggala. Disana, hampir dua tahun huntap belum terbangun, dimana rumah warga pesisir yang terdampak gempa dan tsunami rusak dan tergenang air laut yang pasang.

Masalah lainnya yang juga kerap muncul yaitu terkait validitas data, ketersediaan lahan, pembangunan huntap dan infrastruktur yang lambat. Warga penerima dana stimulan juga terkadang melakukan pembangunan rumah tidak sesuai spesifikasi yang telah ditentukan, misalnya luas bangunan dan bahan bangunan yang digunakan.

“Yang paling parah, koordinasi pihak-pihak terkait, kepedulian instansi terkait. Yang saya inginkan ada keinginan untuk menyelesaikan masalah harus ada solusi dengan bersinergi,” terangnya.

Rakor itu turut dihadiri Wakil Gubernur Sulteng, Rusli Dg Palabi, perwakilan Polda Sulteng, PUPR, dan sejumlah instansi terkait pembangunan Rehab-Rekon Pascabencana 28 September 2018.

 

Sumber: Metro Sulawesi

Tinggalkan Komentar