Suka Duka Penyintas Palu 870 Hari Menanti Huntap

82 dilihat

Ditulis oleh

Pria paruh baya itu duduk santai di Kursi lipat. Kedua tangannya berpangku pada sebuah tongkat. Tatapannya kosong tertuju pada hamparan kawasan kota Palu dari ketinggian. Sesekali ia menoleh kedua orang cucunya yang asik bermain di depan pintu rumah. Di depan rumah yang terkunci itu tersusun rapi sebuah bantal, tas baju, sapu, dan perlengkapan rumah lainnya.

“Hanya saya dengan ibu (Istri) pindah ke sini, sebelumnya daftar saja dan ditentukan pemerintah dapat huntap (Hunian Tetap) di sini,” kata Abdul Halimudin (70 tahun) penyintas asal kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu barat, Senin (15/02/2021).

Pria bergelar Doktor Pendidikan agama Islam ini bersama istrinya, Alia (69 tahun), sejak pagi buta sudah berada di depan pintu rumah Blok 4A Nomor 06 di kompleks hunian tetap penyintas yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga. Ia tak sabaran untuk segera masuk ke rumah yang sudah lama dinantikan.

Tinggal di huntap merupakan kesyukuran bagi pensiunan dosen Institut Agama Islam Negeri Palu itu. Penantiannya selama 870 hari belakangan terbayar sudah. Sejak rumahnya di Kompleks perumnas Balaroa rata tergulung likuifaksi 28 September 2018, sejak itu pula ia tinggal bersama anak bungsu perempuannya yang kini telah bersuami.

Kejadian itu juga membikin dirinya berjalan harus dibantu oleh sebuah tongkat. Beberapa kali bahkan ia mengaku harus menggunakan kursi roda sebab tak kuat lagi berpijak. Akibat gempa disusul likuefaksi itu ia mengalami cedera serius di bagian pinggul. Tulang bonggol paha (hip) sebelah kanannya yang baru diperiksakan beberapa bulan usai gempa, oleh dokter kondisinya kini disebut tak lagi baik.

“Tulang bonggol ini yang dibilang rusak, harus operasi, menunggu jadwal operasi belum ada sampai sekarang,” tuturnya.

Kejadian gempa dan likuefaksi dua tahun lalu bagi Abdul hanyalah bagian kecil dari kekuasaan Tuhan. Bagi dia, mendapat hunian baru merupakan lembaran baru kisah hidupnya bersama sang istri untuk menghabiskan hari-hari tua. Ia mengaku bahagia, masih dikelilingi cucu-cucu yang sering datang untuk menghibur.

“Alhamdulillah kita bersyukur, kendatipun rumah sekarang agak berbeda dari yang dahulu,” ujarnya.

Kebahagiaan sekaligus rasa haru juga dirasakan oleh Supardjo (70 tahun) Penyintas asal Kelurahan Donggala Kodi. Ia merasa bahagia sudah mendapat hunian baru. Di sisi lain ia merasa sedih sebab tak bisa merasakan kebahagiaan itu bersama sang istri.

Supardjo kehilangan istrinya 9 bulan yang lalu. Ia bercerita sudah 2 kali dia pindah tempat tinggal usai rumahnya luluh lantak diterjang gempa dan likuifaksi. Ia sempat tinggal di Hunian Sementara Kelurahan Kabonena sampai akhirnya harus pindah pada sebuah kontrakan di Jalan Asam sebab sang istri sakit. Tak tahan tinggal di hunian yang kurang nyaman.

“Tapi akhirnya baru bulan 5 kemarin, pas pandemi datang, maetua (istri) tidak tahan diambillah sang kuasa, jadi saya sendiri sekarang pak tinggal di huntap,” kata dia.

Terlepas dari itu semua ia merasa beryukur kini bisa menempati hunian di Blok 4E nomor 06 kelurahan Duyu. Tak sabar ia menanti anaknya yang kini juga berada di luar kota untuk menempuh pendidikan “InsyaAllah sudah mau menempati huntap tadi sudah tanda tangan,” tutur dia.

Kelurahan Duyu merupakan satu dari empat lokasi pemerintah untuk membangun hunian baru bagi penyintas Gempa, Tsunami dan Likuifaksi Palu. Sebelumnya, 1.611 unit Huntap 1 di kelurahan Tondo sebagiannya juga telah ditempati oleh Penyintas gempa Palu.

Alimudin dan Supardjo merupakan dua dari 108 Kepala Keluarga yang sudah mendapatkan Huntap di kelurahan Duyu pagi tadi. Penerimaan dilakukan secara simbolik oleh Walikota Palu, Hidayat, dengan membagikan kunci rumah kepada para penyintas.

Ada total 230 unit hunian yang dibangun oleh PUPR dengan luas tiap unit yaitu 36 m2 dari perencanaan dua tahun yang lalu. Tiap unit rumah dibangun dengan menggunakan struktur panel Risha yang tahan terhadap gempa.

Hidayat pada kesempatan itu mengaku berysukur Huntap bisa berdiri meski pada pembangunannya mengalami berbagai macam persoalan. Terutama menurut dia banyak lahan yang diperuntukan merupakan eks HGB yang pembebasannya memerlukan waktu yang sangat panjang.

“Alhamdulilah kita berterima kasih kepada PUPR, kendala-kendala ini kita bisa lewati, di samping kendala administrasi yang cukup panjang, berbelit-belit,” ucap dia.

Hidayat pada kesempatan itu meminta penyintas lainnya untuk bersabar. Masih ada tersisa 122 unit rumah di kelurahan Duyu yang belum dibagikan kepada penyintas bencana. Angka ini pun diklaim masih bisa bertambah sebab banyak penyintas yang belum menentukan sikap.

“Sehingga betul-betul harapan kita warga yang merasakan dampak pada khususnya, di zona merah rawan bencana IV segera menentukan sikap,” ujarnya.

Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sulawesi 2, Suko Wiyono menyatakan Huntap Duyu yang dibangun sebanyak 230 unit sudah dilengkapi berbagai fasilitas dasar. Pengundian untuk penerima tahap kedua dikatakan akan secepatnya dilakukan.

Begitu juga kata dia dengan sertifikat kepada penyintas penerima huntap di Duyu akan dilakukan secara bertahap. “Sisanya kurang lebih 122 unit kita perkirakan ya mudah-mudahan minta doa pada akhir bulan ini akan dihuni semuanya,” katanya. (ap/fma)

Laporan: Adi Pranata.

Sumber: Kabar Selebes

 

Tinggalkan Komentar