Tanggapan atas Laporan Bank Dunia untuk Status Implementasi dan Laporan Hasil NSUP-CERC/CSRRP

554 dilihat

Ditulis oleh

Ini adalah tanggapan atas laporan Status Implementasi dan Laporan Hasil (ISR) untuk NSUP-CERC/CSRRP yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada 4 Juni 2021. Dokumen ISR bisa dibaca di tautan berikut ini.

I.
Laporan
Kemajuan implementasi lebih lambat dari yang diharapkan. Kegiatan persiapan terus dibiayai di bawah NSUP-CERC, seperti desain teknis dan instrumen lingkungan dan sosial untuk kegiatan proyek utama termasuk hunian tetap, sekolah umum dan fasilitas kesehatan, serta bangunan di Universitas Tadulako. Pemerintah menggunakan Sistem Informasi Tanggap Bencana Sulawesi Tengah (SITABA, situs web: https://sitaba.pu.go.id/sitabapalu/) untuk menyebarkan informasi tentang proyek dan mengelola keluhan.

Tanggapan
Ini “mengagumkan” karena Bank Dunia baru menyadari lambatnya progres implementasi itu setelah 1,5 tahun (18 bulan) proyek pembangunan huntap NSUP-CERC/CSRRP berjalan!

Proses pembangunan hunian tetap Tahap 1A di Duyu (230 unit) dan Pombewe (400 unit), yang dikerjakan dari Januari 2020, pembangunan hunian tetapnya baru diselesaikan pada Maret 2021! Fasilitas umum dan fasititas sosialnya bahkan masih dikerjakan sampai sekarang. Secara kontraktual, Tahap 1A seharusnya diselesaikan selama 6 bulan, harus selesai pada pada awal Juli 2020. Ada keterlambatan 8 bulan! Jika ditambah dengan ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, hitungan keterlambatannya menjadi, ini hitungan terendah, 9 bulan! Dengan demikian, secara keseluruhan, untuk membangun 630 unit hunian tetap di Tahap 1A membutuhkan waktu 16 bulan (Januari 2020 s.d. April 2021)!

Merujuk pada fakta ini, Bank Dunia seharusnya sudah menyadari betapa lambatnya progres implementasi NSUP-CERC/CSRRP ini jauh sebelumnya. Setidaknya, lambatnya progres implementasi ini seharusnya sudah dapat dideteksi dan dilaporkan di ISR periode sebelumnya (November 2020)!

Sekarang, untuk Tahap 1B. Tahap 1B akan membangun hunian tetap 1.005 unit (yang kemudian bertambah menjadi 1.076 unit). Pembangunan dimulai pada Oktober 2020. Sampai dengan Mei 2021 (dalam waktu 7 bulan pengerjaan) progres pengerjaan sudah 42%. Itu menurut SNVT Perumahan, pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan hunian tetap. Dalam amatan kami, progresnya baru sekitar 30%!

Lokasi Huntap Satelit Salua

Salah satu lokasi pembangunan hunian tetap satelit di Tahap 1B berada di Desa Salua, Kabupaten Sigi. Di lokasi seluas 1,6 hektar ini akan dibangun hunian tetap sebanyak 63 unit. Dari foto yang diambil pada 10 Juni 2021 ini bisa terlihat, hunian tetap yang dibangun baru beberapa saja. Tidak terlihat juga ada pekerja yang beraktivitas di sana. (Foto: Ella/Tim Monitoring)

Tapi, baiklah. Mari kita pakai laporan dari SNVT Perumahan. Jika dalam 7 bulan hanya 42% yang dikerjakan, dengan kalkulasi matematis sederhana, untuk sampai 100% akan butuh tambahan waktu lebih dari 10 bulan lagi! SNVT Perumahan menyatakan, Tahap 1B akan selesai seluruhnya pada Desember 2021 (jika dihitung dari Oktober 2020, berarti 14 bulan pengerjaan). Dengan mengamati proses sekarang, kami tidak cukup yakin pada Desember 2021 Tahap 1B akan selesai. Kami menduga, Tahap 1B ini pun akan terlambat lagi seperti Tahap 1A.

Huntap Satelit Lambara

Selain huntap satelit di Salua, lokasi huntap satelit lain yang kini sedang dikerjakan di Tahap 1B ada di Desa Lambara, Kabupaten Sigi. Di lahan seluas 2 hektar ini direncanakan akan dibangun 62 unit huntap. Tampak pada foto yang diambil pada 10 Juni 2021 ini sejumlah huntap sudah berdiri, meskipun belum sepenuhnya selesai. SNVT Perumahan PUPR, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan huntap ini, menyebut bahwa seluruh huntap di Tahap 1B akan sudah selesai sepenuhnya pada Desember 2021. (Foto: Ella/Tim Monitoring)

Sebagai bagian dari Tahap 1B, ada pembangunan hunian tetap mandiri. Dalam pemantauan kami, pembangunan hunian tetap mandiri ini seperti tidak mendapat perhatian serius. Sebagai contoh, di Petobo, dari 33 unit yang tercantum dalam kontrak, ada 10 unit yang sampai saat ini belum dikerjakan sama sekali! Warga sudah banyak yang mengeluhkan soal ini. Beberapa warga bahkan sudah ada yang berniat untuk mengundurkan diri sebagai penerima hunian tetap mandiri.

Hal yang justru mengherankan, di Tahap 1B ini ada kontrak pembangunan 205 unit hunian tetap di Pombewe. Padahal, untuk 400 unit rumah di Pombewe yang telah selesai dikerjakan di Tahap 1A sampai saat ini bahkan belum jelas siapa yang akan menghuninya! Di sisi lain, untuk hunian tetap mandiri yang sudah jelas siapa penghuninya malah seperti tidak ditangani dengan serius dan tidak terlalu diprioritaskan.

Dengan progres implementasi yang diakui lambat tersebut, Bank Dunia memberi penilaian untuk Progres Implementasi Keseluruhan (Overall Implementation Progress) NSUP-CERC/CSRRP dengan Cukup Memuaskan (Moderately Satisfactory)!

Menurut kami, penilaian World Bank tersebut bisa menunjukkan rendahnya ekspektasi mereka terhadap proyek ini. Dari perspektif kami, penilaian untuk progres implementasi secara keseluruhan itu justru sangat jauh dari memuaskan!

Catatan tambahan:

  • Dalam proses pelaksanaan pembangunan huntap Tahap 1A dan 1B sudah tidak ada persoalan yang terkait dengan lahan. Sebelum pembangunan huntap di Tahap 1A dan 1B dilakukan, lahan sudah dipastikan clean and clear!
  • Pandemik Covid-19 memang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan implementasi Tahap 1A. Namun, dari awal pandemi ini muncul, PUPR merasa yakin bahwa mereka akan bisa menyelesaikan Tahap 1A sesuai dengan rencana (pernyataan-pertanyataan PUPR bisa disimak di tautan berita berikut ini: https://monitoring.skp-ham.org/kementerian-pupr-pastikan-virus-corona-tak-halangi-pengerjaan-huntap-di-palu/ dan https://monitoring.skp-ham.org/mengukur-dampak-covid-19-terhadap-target-penyediaan-huntap-penyintas-gempa-palu/).
  • Merujuk pada proses pembangunan huntap 630 unit di Tahap 1A yang membutuhkan waktu 16 bulan dan pembangunan 1.076 unit huntap di Tahap 1B yang, menurut SNVT Perumahan, akan membutuhkan waktu 14 bulan pengerjaan, pertanyaannya kemudian, akan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun lebih dari 3.000 unit (dari rencana semula, lebih dari 7.000 unit) huntap di Tahap II? Pertanyaan ini perlu segera dijawab agar WTB bisa segera pula memiliki kepastian kapan mereka akan bisa mendapatkan hunian tetap yang menjadi hak mereka. Hal yang perlu diingat, Pergub Sulteng No.10/2019 mengamanatkan, hunian tetap harus sudah bisa diterima oleh WTB kurang dari 2,5 tahun!

II.
Laporan
Pemerintah menggunakan Sistem Informasi Tanggap Bencana Sulawesi Tengah (SITABA, situs web: https://sitaba.pu.go.id/sitabapalu/) untuk menyebarkan informasi tentang proyek dan mengelola keluhan. Hingga Maret 2021, 229 keluhan diterima untuk masalah yang terkait dengan NSUP-CERC dan CSRRP, dengan semua keluhan yang dilaporkan telah diselesaikan.

Tanggapan
Ya, SITABA memang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang proyek dan mengelola keluhan. Namun, sampai sejauh mana situs SITABA ini diinformasikan kepada publik, sehingga publik, terutama WTB, bisa mengetahui, mengakses, dan memanfaatkan keberadaan situs SITABA. Berbagai data dan dokumen yang disediakan di situs itu pun sebagian di antaranya tidak lagi terbarukan! Untuk pengaduan, kami ingin bertanya, ada berapa pengaduan yang pernah dilaporkan lewat SITABA?

Semua keluhan yang dilaporkan telah diselesaikan?

Jika membaca keluhan yang dilaporkan, sebagian besar adalah terkait dengan penyampaian aspirasi dan permohonan informasi. Jenis keluhan ini relatif lebih mudah ditangani dan diselesaikan.

Namun, untuk keluhan yang terkait dengan kasus, ada banyak yang tidak tercatat di Pengelolaan Informasi dan Masalah (PIM). Ada cukup banyak warga yang tidak melaporkan kasusnya karena mereka tidak memiliki kecukupan informasi, kemana mereka harus melapor/mengadu. Kasus-kasus yang terkait dengan sengketa lahan di Talise-Valangguni, misalnya. Sampai saat ini, kasus-kasus tersebut masih belum terselesaikan. Di luar kasus itu, sepanjang pengetahuan kami, ada cukup banyak kasus yang sampai saat ini masih belum terselesaikan.

Terkait dengan pengelolaan informasi dan masalah ini, dalam pandangan kami, Kementrian PUPR baru memiliki saluran pengaduan, namun tidak memiliki mekanisme penanganan. Yang dimaksud dengan mekanisme penanganan, misalnya, dalam jangka waktu berapa lama keluhan, laporan, atau kasus akan diselesaikan; siapa yang bertanggung jawab untuk menanganinya; dan bagaimana keluhan, laporan, atau kasus tersebut akan ditangani sampai bisa dikatakan kasus itu selesai.

Selain itu, sebagaimana yang telah kami rekomendasikan dalam laporan monitoring kami, kami belum mendengar jika Kementrian PUPR memiliki mekanisme pengaduan dan penanganan untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender (GBV), kekerasan dan eksploitasi seksual (SEA), serta kekerasan terhadap anak (VAC). Sekali lagi, kami menekankan pentingnya mekanisme pengaduan dan penanganan untuk kasus-kasus tersebut untuk dibuat secara terpisah, dan ditangani secara khusus. Hal ini tidak terlepas pula dari komitmen Bank Dunia dan Kementrian PUPR sebagai pelaksana proyek yang harus mengimplementasikan strategi dan rencana aksi untuk GBV dan SEA.

* * *

Tinggalkan Komentar