Warga Kelurahan Talise tetap kokoh pada pendirian mereka, menentang kebijakan pemerintah Kota Palu yang akan membangun Hunian tetap (Huntap) korban bencana 2018 lalu, di Kelurahan Talise Valangguni.
“Kami hanya ingin mempertahankan hak kami, pembangunan Huntap II itu jelas tertuang dalam SK Gubernur yang telah disepakati oleh kementerian terkait, bahwa lokasinya di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, bukan Talise Valangguni. Nah yang terjadi sekarang ini kenapa dipaksanakan di Talise Valangguni. Ini namanya salah alamat,” terang Perwakilan warga,Moh. Zulandri Lembah, S.Pd.I, M.Pd. Dihubungi Via Ponsel, Kamis (09/07) sore.
Pria yang akrab disapa Landri itu menambahkan, berdasarkan SK Gubernur Sulteng Tentang penetapan lokasi relokasi pemulihan akibat bencana di Sulteng. Zona ruang rawan bencana pada peta zona ruang rawan bencana Kota Palu dan sekitarnya, telah disepakati oleh kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Agraria dan Tata ruang, Badan Pertanahan Nasional. Badan Meteorologi dan Geofisika, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kesepakatan itu dilaksanakan tanggal 12 Desember 2018, serta telah ditandatangani bersama oleh kepala daerah yang terpapar bencana pada tanggal 20 Desember 2018, sekaligus menentukan lokasi Huntap.
Lokasi tanah dalam Diktum yang disepakati itu untuk Kota Palu selauas 560,93 hektar. Termasuk pembanguna n Huntap 9 dan II, di Kelurahan Tondo dan Talise, Kecamatan Mantikulore dengan total luas 481,63 hektar.
“Dilihat dari fakta di lapangan bahwa, pembangunan Huntap tidak dilaksanakan di Kelurahan Talise tapi Kelurahan Talise Valangguni dengan luasan 5 hektar lebih,”terangnya
Bukan hanya itu, Aktivis Pemuda Muhammadiyah Sulteng itu menilai, pembangunan Huntap itu tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Sementara , berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 Tentang izin lingkungan hidup yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal, terdapat ketentuan bahwa bangunan atau gedung yang wajib mengantongi izin Amdal adalah bangunan yang dibangun dengan luas lahan minimal 5 hektar dan luas bangunan minimal 10 ribu meter persegi.
“Nah, kita melihat pemerintah tidak melihat itu. Dimusim penghujan sekarang kita sudah melihat seperti apa kondisi lingkungan pembangunan Huntap. Banjir dan sebagainya,” katanya
Dengan demikian, Landri menegaskan, warga akan tetap kokoh pada pendirian untuk mempertahankan lahan yang secara turun temurun sudah dikuasai warga itu. Jika pembangunan Huntap II itu tetap dipaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah harus menunaikan kewajiban untuk menyiapkan lahan untuk warga. Tetapi pembangunan Huntap II harus lebih dulu memiliki Amdal, agar warga dan penghuni Huntap nantinya bisa menempati Huntap dengan nyaman.
“Sudah terlalu lama warga selalu dijanji pemerintah akan memberikan lahan, tapi sampai saat ini tidak ada realisasinya,” tegasnya.
Sebelumnya, Rabu 08 Juli 2020, Pemerintah Kota Palu melakukan rapat koordinasi penyelesaian masalah Huntap Talise bersama pihak Forkompinda lingkup Kota Palu dan Sulteng, di Ruang Bantaya Kantor Walikota. Rakor itu bertujuan menyamakan persepsi terkait pembangunan Huntap. Setelah itu, peserta Rakor melakukan dialog dengan warga Kelurahan Talise dan tidak menemukan titik temu.
Sumber: Media Alkhairat