SKP-HAM Sulteng Mengkritisi Progres Penyediaan Huntap Pasigala

67 dilihat

Ditulis oleh

Proyek pembangunan hunian tetap (huntap) tahap kedua bagi warga terdampak bencana di Palu-Sigi-Donggala alias Pasigala mendekati tenggat. Merujuk skema pinjaman dari Bank Dunia senilai US$ 150 juta untuk Central Sulawesi Rehabilitation and Reconstruction Project (CSRRP), batas waktunya hingga Juni 2024.

Mendekati batas akhir tersebut, Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah selaku tim yang memantau program penyediaan huntap bagi warga terdampak bencana, mengadakan diskusi informal yang terangkaikan dengan buka puasa bersama, Rabu (3/4/2024) petang.

Kegiatan ini berlangsung di Rumah Peduli SKP-HAM, Jalan Basuki Rahmat, Lorong Saleko II, Birobuli Utara, Palu Selatan. Tema diskusi tentang “Membincangkan Progres Penyediaan Huntap Pasigala di Tahun Terakhir CSRRP”.

Tampak hadir dalam diskusi tersebut perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai lembaga pelaksana proyek, seperti Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sulawesi II, lalu perwakilan dari CSRRP yang terdiri dari Organisasi Sektor Publik (OSP), Project Management Consultant (PMC), dan Evaluation and Study Consultant (ESC). Tak ketinggalan utusan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu.

Nurlela Lamasitudju, Direktur SKP-HAM Sulteng yang juga menjadi moderator diskusi menyebutkan, ada beberapa hal yang coba mereka kritisi terkait proyek pembangunan huntap di Pasigala mendekati masa akhir kontrak dengan Bank Dunia.

Ini melengkapi sejumlah temuan kunci lain sebelumnya oleh SKP-HAM Sulteng yang termaktub dalam “Laporan Monitoring Huntap September 2022 s.d. Oktober 2023”.

Ketua Tim Monitoring Huntap SKP-HAM Sulteng Moh. Syafari Firdaus mengapungkan empat hal terkait progres pembangunan huntap Pasigala dalam diskusi. Jawaban dari para pemangku kepentingan terhadap hasil temuan tersebut sekaligus diharapkan jadi penjelasan kepada warga terdampak bencana.

Suasana diskusi informal progres penyediaan huntap pasigala

Suasana diskusi informal terkait progres pembangunan huntap di Rumah Peduli SKP-HAM Sulteng | Foto: Andi Baso Djaya/Tutura.Id

Nasib warga terdampak bencana seturut berakhirnya masa CSRRP

Ringkasnya proyek CSRRP untuk merekonstruksi dan memperkuat fasilitas publik dan perumahan yang lebih aman di daerah terdampak bencana. Pelaksananya, dalam hal ini PUPR, harus bisa menyediakan mutu praktik konstruksi yang memenuhi standar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Permasalahannya, proyek CSRRP berjalan sangat lamban. Sejumlah alasan mengapung, mulai dari lamanya proses tender terbuka, konflik lahan di lokasi huntap, hingga kinerja kontraktor pelaksana.

Ambil contoh peletakan batu pertama pembangunan Hutap Talise Valangguni di atas lahan seluas 46,83 hektare yang baru terlaksana 26 September 2022.

Sementara pembangunan Huntap Tondo 2 dan Petobo yang semula dijadwalkan berlangsung November 2023 molor hingga Januari 2023.

Hanya Huntap Petobo berisi 655 unit rumah dari ketiga huntap tadi yang berhasil rampung pembangunannya sesuai target, yakni Maret 2024. Proses penyerahan kunci sudah dilakukan pada 20 Maret silam.

Pun demikian, sarana dan prasarana penunjang di kawasan tersebut juga belum rampung seluruhnya. Direktur Rumah Khusus Kementerian PUPR Yusniewati dalam acara penyerahan kunci berjanji merampungkannya secara bertahap.

Hingga saat ini pengerjaan unit huntap di Tondo 2 dan Talise Valangguni masih terus berlangsung. Berkejaran dengan akhir masa kontrak CSRRP pada 18 Juni 2024.

Jika pengerjaan belum rampung hingga batas waktu, bagaimana kelanjutannya? Siapa pihak yang akan melanjutkannya? Belum lagi nasib ratusan warga terdampak bencana yang hingga saat ini belum termasuk dalam daftar penerima huntap.

Menjawab hal tersebut, Mohamad Issa Sunusi yang menjabat Kabid Rehabilitasi dan Konstruksi BPBD Kota Palu mengatakan, pihaknya berpegang pada Inpres No. 8 Tahun 2022 tentang Penuntasan Rehabilitas dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi, Tsunami, dan Likuefaksi di Provinsi Sulawesi Tengah.

“Penyelesaian rehab rekon batas waktunya sampai 31 Desember 2024,” ungkap Mohamad Issa. Khusus pembangunan huntap di kawasan Palu, lanjut Mohammad Issa, tersisa 38 unit lagi yang belum terbangun.

Lalu masih ada sekitar 400 kepala keluarga lagi yang juga harus dipikirkan nasibnya. Mereka termasuk warga yang sudah pernah mendaftar untuk mendapatkan huntap di Tondo 2, Talise, Duyu, hingga Balaroa. Hanya saja kelengkapan dokumennya masih bermasalah sehingga belum dimasukkan dalam daftar penerima huntap.

Teguh Muhammad Abduh selaku Team Leader OSP CSRRP menggarisbawahi, pembangunan tambahan yang terjadi di luar jangka waktu kontrak program ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah masing-masing.

Srah terima kunci untuk warga yang menempati Huntap Petobo

Penyerahan kunci kepada warga terdampak bencana di Huntap Petobo. Pembangunan infrastruktunya menyusul dilakukan secara bertahap | Sumber: perumahan.pu.go.id

Mekanisme mendapatkan huntap

Bangunan huntap yang dibangun oleh Kementerian PUPR menggunakan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) tahan gempa.

Bahan bakunya dari beton bertulang sebagai struktur utama yang bisa buka pasang alias knock down sehingga pembangunannya jadi lebih cepat.

Ukuran rumahnya 36 meter persegi atau tipe 36 yang terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, dan satu kamar mandi. Ada lahan tersisa di depan dan belakang rumah yang bisa dimanfaatkan oleh warga untuk membangun teras dan dapur.

Mekanisme mendapatkan huntap bermula dari pendataan terhadap penyintas. Badan Penanggulangan Becana Daerah kemudian akan melakukan proses validasi dan verifikasi data-data tersebut.

Setelah semuanya klop, nama warga bersangkutan dimasukkan dalam Surat Keputusan Wali Kota/Bupati sebagai penerima huntap untuk selanjutnya dilakukan penyerahan kunci.

Isu yang mencuat dalam proses tersebut, yang notabene banyak dikeluhkan warga Kota Palu, terkait nama-nama sebagai calon penerima huntap.

Pasalnya ada nama-nama warga terdampak bencana yang muncul dalam Surat Keputusan (SK) Wali Kota Palu tiba-tiba menghilang saat terbitnya SK 2, SK 3, hingga yang terbaru SK 4. Tergantikan oleh nama-nama baru.

Mohamad Issa menjelaskan bahwa SK yang dimaksudkan adalah SK calon penghuni, bukan SK penerima huntap. Perubahan nama-nama calon penerima huntap terjadi setelah dilakukan proses validasi dan verifikasi data ulang.

Berdasarkan temuan BPBD Kota Palu selama ini, ada warga yang rumahnya tidak hancur sama sekali, ada juga yang termasuk KK gendong, sebagian lainnya masih terkendala soal ahli waris dan saling klaim antarkeluarga.

“Bahkan untuk nama-nama calon penghuni di Huntap Tondo 2 yang ada dalam SK 4, saya tahan 90 orang. Karena kenyataan di lapangan tidak sesuai (tidak berhak menerima huntap, red). Ada juga 39 warga yang sudah menghuni huntap di Duyu, terpaksa kami tahan sertifikatnya. Ada indikasi data bodong,” jelas Mohamad Issa.

Pihak BPBD Kota Palu mengeklaim tidak pernah menghilangkan data warga terdampak bencana yang ingin mendapatkan haknya berupa huntap.

Selain itu, BPBD Kota Palu juga tak segan menyita sertifikat huntap milik warga terdampak bencana yang kedapatan menyewakan atau bahkan menjual huntap miliknya kepada orang lain. Huntap boleh dipindahtangankan setelah lewat masa huni 10 tahun.

Kawasan Huntap Tondo 2.

Huntap Tondo 2 yang semula akan dibangun 1055 unit huntap, menyusut jadi 961 unit saja. Pembangunan unit sisanya dialihkan ke Huntap Talise Valangguni | Foto: Andi Baso Djaya/Tutura.Id

Status pembangunan huntap yang kini masih terkendala

Salah satu faktor utama molornya pengerjaan proyek huntap tak lain karena faktor ketersediaan lahan. Bank Dunia selaku pendonor sudah mewanti-wanti, tak akan mengucurkan pinjaman untuk membangun di atas lahan yang belum mengantongi status clear and clean alias bebas masalah.

Paling membetot perhatian tentu saja terkait konflik lahan di Huntap Tondo 2 dan Huntap Talise Valangguni. Setelah melalui berbagai upaya, pembangunan huntap pada dua kawasan tersebut akhirnya berlangsung. Hanya saja harus dilakukan penyesuaian.

Huntap Tondo 2 yang semula untuk membangun 1055 huntap menjadi  961 unit saja. Faktor penyebabnya karena pemilik lahan yang sedianya untuk membangun 94 unit huntap sisanya merasa keberatan.

Pihak Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Tengah harus menambal kekurangan tersebut dengan memanfaatkan lahan yang tersedia di Huntap Talise Valangguni. Dus, rancangan semula Huntap Talise Valangguni berisi 599 unit berubah menjadi 693 huntap.

Keberatan warga atas pembangunan “hanya” 14 unit huntap di Desa Rogo, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, juga berhasil teratasi. Melalui berbagai pendekatan yang dilakukan, warga akhirnya merestui pembangunan 14 unit huntap tersebut seperti tertuang dalam SK Bupati Sigi. Progres pembangunannya kini hampir menyentuh 100%.

Kondisi bangunan sebuah unit huntap di Talise Valangguni

Kondisi bangunan huntap yang menempati Blok AE di Huntap Talise Valangguni | Foto: Andi Baso Djaya/Tutura.Id

Menghadirkan huntap layak huni

Sebagian besar pembangunan huntap sudah mendekati rampung. Saat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melakukan kunjungan kerja di Palu (26/3), sudah diresmikan sebanyak 3.724 unit huntap. Sementara total huntap yang akan dibangun mencapai 4.092 unit. Adapun kekurangannya diharapkan sudah rampung Juni 2024 alias sebelum masa tenggat waktu kerja sama dengan Bank Dunia.

Hal yang menjadi perhatian adalah kondisi sebagian bangunan huntap dan infrastruktur, salah satunya di Talise Valangguni. Pengerjaannya sungguh tidak sesuai mutu yang diharapkan oleh penyintas.

Berdasarkan hasil pantauan Tutura.Id di lokasi, sejumlah huntap yang terletak di Blok AE mengalami kerusakan. Tanah yang jadi pondasi tempat bangunan berdiri tampak miring, bahkan ada yang amblas.

Pemasangan paving block trotar banyak yang bolong. Jalanan di depan blok juga masih dipenuhi material bangunan seperti sisa batu, paving block, dan pasir. Air bersih juga belum mengalir di blok tersebut. Sementara kunci kepada masing-masing penghuni sudah diserahkan.

Menanggapi masalah tersebut, Kepala Seksi Wilayah I Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Aksa Mardani menegaskan, penyelesaiannya dilakukan oleh Balai Prasarana Permukiman dan Balai Perumahan. Keduanya berada di bawah naungan Kementerian PUPR.

“Rumahnya jadi tanggung jawab Balai Perumahan. Sementara menyangkut infrastruktur berupa jalan, drainase, hingga air bersih menjadi kewenangan Balai Prasarana Permukiman,” tutur Aksa.

Jika ada warga terdampak bencana yang ingin melakukan pengaduan terkait proses pelaksanaan rehab rekon, bisa langsung menghubungi 0813-1967-9006 atau via surat elektronik ke info.pengaduan@csrrp.org.

Team Leader OSP CSRRP Teguh Muhammad Abduh menambahkan, mengapa dengan kondisi bangunan dan infrastruktur yang masih tergolong tidak layak huni tapi sudah dilakukan serah terima kunci, alasannya karena melihat kondisi penyintas yang selama lima tahun lebih menempati huntara. Kondisi hunian mereka jauh lebih tidak layak. Sangat memprihatinkan.

Kriteria huntap layak huni merujuk kebijakan Bank Dunia bukan hanya perkara bangunan rumahnya sudah rampung. Segala infrastruktur, semisal aliran air bersih dan listrik, juga harus sudah berjalan lancar. Jika ada yang belum terpenuhi, maka huntap belum masuk kategori layak huni.

Melihat situasi dan kondisi yang terjadi di Pasigala dengan segala dinamikanya, Kementerian PUPR melakukan negosiasi dengan Bank Dunia agar warga bisa secepatnya menghuni rumah tetap.

Jalan tengah yang diambil kemudian adalah menurunkan status dari semula huntap layak huni menjadi bisa dihuni. Jadi walaupun infrastruktur di kawasan huntap belum sepenuhnya optimal sudah dilakukan serah terima kunci. Agar warga bisa segera menempati rumah mereka.

“Hasil Rakornis CSRRP kemarin (Januari 2024, red.),  semua kekurangan tersebut ditargetkan selesai akhir Mei,” pungkas Teguh.

Sumber: Tutura.Id

Tinggalkan Komentar