BPN Sulteng Keluarkan Peta Berbeda dengan Penlok

161 dilihat

Ditulis oleh

Sejak awal Kanwil BPN Sulteng dinilai kurang mendukung percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Mohammad Rizal, Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan (DPRP) Kota Palu, menyampaikan hal tersebut kepada sejumlah wartawan di Palu, Selasa (12/11/2019). Dengan mengeluarkan peta baru di lahan-lahan hak guna bangunan (HGB), Kanwil BPN Sulteng pun dinilai ‘keliru’ menafsirkan surat Menteri ATR/BPN RI, Sofyan Djalil.

Peta yang dikeluarkan tersebut sangat berbeda dengan luas lahan dalam Keputusan Gubernur Sulteng Nomor: 369/516/DIS.BMPR-Q.ST/2018 tetang Penetapan Lokasi (Penlok) Tanah Relokasi Pemulihan Akibat Bencana di Provinsi Sulawesi Tengah.

Mohammad Rizal pun mengungkapkan, berdasarkan Penlok, kawasan terlantar yang akan dimanfaatkan untuk pemulihan akibat bencan di Kota Palu seluas 560 hektar, terdiri dari 79 hektar di Kelurahan Duyu dan 481 hektar di Kelurahan Talise dan Tondo. Luas lahan tersebut ditetapkan oleh Kanwil BPN Sulteng, selanjutnya menjadi lampiran Penlok dan ditetapkan Gubernur Sulteng.

Tetapi, Kanwil BPN Sulteng kembali mengeluarkan peta reloaksi baru yang luasnya berbeda jauh dari luas dalam Penlok, yakni tersisa 38 hektar di Kelurahan Duyu dan Talise-Tondo dibagi dalam tiga lokasi dengan masing-masing luas 36 hektar, 91 hektar dan 19 hektar.

“Jika ditotal, tersisa 184 hektar dalam peta beru itu. Padahal, dalam peta Penlok yang dikeluarkan sendiri oleh Kanwil BPN Sulteng, lahan untuk pemanfaatan relokasi pemulian akibat bencana seluas 560 hektar. Ada apa ini?,” ungkap Rizal kepda sejumlah wartawan di Kota Palu, Selasa (12/11/2019).

Atas dasar peta baru itulah, kata Rizal, Wali Kota Palu, Hidayat menyurat ke Presiden Ri, Joko Widodo lalu keluar surat dari Menteri ATR/BPN RI yang mengamanatkan untuk lahan HGB yang sudah berakhir izinnya tidak diperpanjang, namun dimanfaatkan untuk kepentingan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

“Tapi, setelah Menteri ATR/BPN Ri mengeluarkan surat yang sangat mendukung percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada 15 Oktorber 2019, Kanwil BPN Sulteng kemudian menyurat ke Dirjen di Kementerian ATR/BPN RI pada 24 Oktober 2019. Yang isinya sangat merugikan dan dapat menghambat percepatan rehab-rekon, baik pembangunan Huntap termasuk revisi RTRW yang saat ini sedang dalam proses penyusunan,” ucapnya.

Menurutnya, lahan 481 di Kelurahan Talise dan Tondo, rencananya bukan hanya digunakan untuk pembangunan Huntap untuk relokasi korban bencana.

“Seperti kita ketahui bersama, bahwa RTRW direvisi. Saat ini sedang dilakukan proses penyusunannya, di RTRW lama memiliki PPK (pusat pelayan kota) di Palu Barat dan Palu Timur. Selama ini Kota Palu baru memiliki 1 PPK. Seiring berjalannya waktu, menurut hasil kajian konsultan RTRW, Kota Palu sekarang sudah harus dikembangkan, karena Palu Barat dan Palu Timur sudah padat, sudah sesak dan harus dibuka ruang baru,” jelasnya.

“Mereka (konsultan) merujuk pada rencana Pemerintah Kota Palu untuk mengembangkan kawasan terlantar di Kecamatan Mantikiulore menjadi PPK. Dengan asumsi bahwa, jika nanti sesuai dengan Penlok Huntap, maka kawasan Mantikulore, khususnya Kelurahan Tondo akan menjadi satau pemukiman baru, sehingga di Penlok, untuk kawasan Kota Palu 481 Ha dijadikan untuk manfaat Huntap, fasilitas umum, ruang terbuka hijau dan perkantoran,” tuturnya.

Sumber: Sulteng Raya

Tinggalkan Komentar