BPN Klaim Ada Tumpang Tindih Hak

230 dilihat

Ditulis oleh

 Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sulteng akhirnya buka suara atas polemik pembatalan sertifikat hak milik (SHM) warga atas sebagian lahan pembangunan Hunian Tetap (Huntap) di Kelurahan Tondo, Kota Palu.

Kepala BPN Sulteng, Doni Janarto Widiantono, mengklaim pembatalan SHM milik warga disebabkan ada tumpang tindih hak atas tanah di objek sengketa. Dasar hukum pembatalan SHM warga yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

“Pasal 107 huruf g menyebutkan bahwa cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud di Pasal 106 ayat1 adalah terdapat tumpang tindih hak atas tanah,” ujar Doni melalui jawaban tertulis yang diterima Metrosulawesi pada Kamis, 18 Juni 2020.

Sayangnya, Kepala BPN Sulteng tidak menguraikan tumpang tindih hak atas tanah dimaksud sehingga mengeluarkan pembatalan SHM warga. Doni hanya menjelaskan proses pembatalan SHM warga berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.

Disebutkan dalam Pasal 11 ayat 3 huruf e mengatur sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan kementerian sebagaimana dimaksud  ayat 2 meliputi tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan.

Dilanjutkan Pasal 24 ayat 7 mengatur dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat tumpang tindih sertipikat hak atas tanah, menteri atau kepala BPN kantor wilayah sesuai kewenangannya menerbitkan keputusan pembatalan sertipikat yang tumpang tindih. Tujuannya agar di atas bidang tanah dimaksud hanya ada satu sertipikat  hak atas tanah yang sah.

“Pasal 26 ayat 3 mengatakan penerbitan keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 1 huruf a dan huruf b, tidak berarti menghilangkan/menimbulkan hak atas tanah atau hak keperdataan lainnya kepada para pihak,” jelas Doni.

Terkait pembatalan SHM warga tanpa pemberitahuan kepada masyarakat dikatakan dengan berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Pasal tersebut mengatur keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan.

“Pasal 4 huruf a Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 menyebut penyelesaian sengketa dan konflik dilakukan berdasarkan inisiatif dari kementerian, artinya tanpa pemberitahuan,” pungkas Doni.

Seperti diketahui, polemik kepemilikan sebagian lahan Huntap Tondo bergulir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Makassar antara 13 warga (penggugat) melawan BPN Sulteng (tergugat). Objek sengketa yaitu 18 bidang tanah dengan luas sekitar delapan hektar di lokasi Huntap Tondo.

BPN Sulteng digugat atas pembatalan sertipikat hak milik terhadap kepemilikan 18 bidang tanah milik 13 warga selaku penggugat. Koordinator Penggugat, Mustakim, menjelaskan pihaknya sudah memenangkan gugatan untuk pembatalan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulteng Nomor : 108/SK-72.600/VII/2019.

Gugatan tersebut dimenangkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu. Majelis Hakim PTUN Palu mengabulkan gugatan warga dan menyatakan batal surat keputusan yang diterbitkan Kepala BPN Sulteng atas pembatalan sertifikat kepemilkan 18 bidang tanah di lokasi Huntap.

“Tapi BPN Sulteng sementara melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar. Kami tinggal menunggu dan sudah mengajukan kontra memori banding,” ungkap Mustakim, Minggu, 7 Juni 2020.

Reporter: Michael Simanjuntak
Editor: Yusuf Bj

Tinggalkan Komentar